TAMIANG MEULIT KA BITIS
TAMIANG MEULIT KA BITIS
OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA
Dalam berbagai gambaran kehidupan, “tamiang” adalah simbol kekuatan untuk menjaga hal-hal yang negatif agar tidak sampai mengena kita sebagai umat manusia. Sedangkan “meulit ka bitis” bisa diartikan membelit betis. Dengan demikian peribahasa “tamiang meulit ka bitis” adalah perbuatan buruk akhirnya mencelakakan diri sendiri.
Selanjurnya, bila dicermati dari arti kata per kata adalah :
– tamiang = sejenis bambu yang berukuran kecil
-meulit = melilit
-ka = ke
-bitis = betis
Seperti disebutkan di atas tadi, arti peribahasa tamiang meulit ka bitis sama dengan senjata makan tuan. Yaitu perbuatan buruk yang kembali pada diri si pelaku.
Dalam mengarungi kehidupan, memang kita harus selalu mampu membedakan pengertian “baik dan buruk” dengan pemahanan “benar dan salah”. Ini mutlak dikenali, karena ukuran benar dan salah, hanya merujuk kepada kekuatan berpikir dan kekuatan berperasaan. Berbeda dengan baik dan buruk. Selain dilandasi oleh kekuatan berpikir dan kekuatan berperasaan, makna baik dan buruk akan dilengkapi pula oleh kekuatan berkeyakinan.
Dengan demikian dapat ditegaskan, yang benar belum tentu baik, tapi yang baik pasti akan benar. Sejalan dengan itu, yang salah belum tentu buruk, namun yang buruk pasti salah. Atas hal yang demikian, dalam melakoni kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat, sudah seharusnya kita memegang teguh kehidupan yang baik dan buruk, bukan sekedar benar dan salah.
Tamiang Meulit Ka Bitis adalah sebuah pengingat agar dalam menjalani kehidupan, kita selalu berpihak kepada tiga kekuatan diatas. Ketiganya merupakan satu kesatuan dan saling melengkapi satu dengan lainnya. Itu sebabnya, tidak terlalu berlebihan bila dikatakan, setiap sikap, tindakan dan cara pandang dalam menyikapi sesuati persoalan, kita mesti melaluinya dengan ukuran baik dan buruk.
Pepeling atau pengingat Tamiang Meulit Ka Bitis yang dalam bahasa keseharian sering dimaknai sebagai senjata makan tuan, lebih memberi arahan agar dalam menjalani kehidupan, kita selalu mengedepankan prinsip kebaikan bagi sesama, sehingga apa yang dilakukan dapat memberi berkah kehidupan bagi sesama. Kita harus tendang jauh-jauh perilaku yang menjurus ke keburukan.
Sebetulnya tidak susah untuk berbuat baik. Biaya dan harganya pun tidak mahal. Kata kuncinya ada pada niat kita sendiri. Selama ada niat, selama itu pula taburan kebaikan bakal muncul dalam perilaku sehari-hari. Inilah pentingnya, selalu berpikir positif dan berusaha untuk berbuat yang terbaik bagi semua orang, agar kita senantiasa mendapati kebaikan. Jangan balas keburukan dengan keburukan yang sama, supaya bahagia di dunia dan akhirat.
Memasuki bulan suci romadhon, setiap anak bangsa di negeri ini, jangan lagi mengumbar nafsu hanya untuk membela kepentingan pribadi. Tidak perlu berdebat hal-hal yang tidak produktif. Setiap orang pasti memiliki kelemahan dan kekurangan. Di bulan romadhon inilah sesama anak bangsa perlu untuk saling berbagi pikir dan bersambung rasa guna melakoni kehidupan yang semakin baik.
Betapa indahnya kita hidup di Tanah Merdeka, bila sesama anak bangsa saling mengingatkan kekurangxn dan kelemahan untuk selanjutnya kita perbaiki bersama. Namun betapa sedihnya j8ka di bulan suci romadhon ini, kita saksikan ada para petinggi negeri ini yang saling gertak hanya untuk memuaskan kepentingan sesaat. Sebaiknya hindari dan stop perilaku politik yang saling menyalahkan. Sebab, dalam hidup ini tidak akan pernah ada yang namanya benar sendiri.
Tahun depan, segenap warga bangsa akan mememilih para pemimpin di negeri ini, baik tataran Nasional atau Daerah. Menjelang tibanya hari-hari pencoblosan, intrik politik biasanya akan bersuliweran meramaikan kehidupan. Sikap saling menjelekkan diantara kandidat sudah mengemuka menjadi hal yang biasa dalam percaturan politik. Masing-masing pendukung akan menjadikan “jagoan” nya sebagai yang terbaik.
Pertanyaannya adalah haruskah hal yang demikian menjadi bagian dari kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat di negara kita ? Bukankah masyarakat di negeri ini memiliki budaya adiluhung yang wajib dipelihara dengan baik ? Lalu, dimana kita akan menempatkan sikap silih asah, asih, asuh dan silih wawangi dalam membangun bangsa dan negara ini ? Dimana letak “kejembaran manah” yang mesti ditumbuh-kembangkan itu ?
Itulah berbagai pertanyaan kritis yang butuh jawaban cerdas dari kita bersana. Politik memang seni, tapi sekaligus juga sebagai senjata. Disebut seni, karena politik dapat mengatur orang untuk memegang tampuk kekuasaan. Lewat politik, kita mampu menjadikan seseorang tampil sebagai penguasa atau malah jadi pecundang. Dalam politik, semua kemungkinan dapat terjadi, tergantung sikap politik yang dipilihnya.
Namun demikian, politik juga dapat menjadi senjata yang mematikan. Seorang tokoh Partai Politik dapat saja muncul menjadi bagian dari rengrengan penguasa jika dan hanya jika dirinya mau bergabung dalam gerbong kekuasaan. Sebaliknya, kalau dirinya memilih menjadi oposisi, maka dipastikan akan terpental dari kekuasaan. Politik adalah pilihan. Dan dalam politik, betapa susah kita akan menikmati persahabatan yang abadi.
Di sisi kain, kehidupan politik di negeri ini, mestinya mampu memberi berkah bagi orang yang melakoninya. Berpolitik adalah cara untuk mewujudkan tujuan bersama. Politik adalah cara meraih tujuan negara dan bangsa. Bukan sekedar tujuan pribadi, keluarga atau golongannya. Itu sebabnya, keliru sekali jika ada pandangan yang menyebut politik itu kotor, kejam dan keji. Semua nya, jelas tergantung kepada para pelakok politiknya sendiri.
Itikad berpolitik adalah membangun bangsa menuju masyarakat sejahtera. Tugas mulia, mestinya tetap melekat kuat dalam diri para pelakon politik itu sendiri. Para pelakon inilah yang akan menentukan “hitam putih” nya bangsa tercinta. Tinggal sekarang kita tunggu, apakah hasil Pesta Demokrasi 2024, kita akan memiliki para pemimpin bangsa yang diharapkan atau tidak. Semua jawabannya tentu akan berpulang kepada kita bersama. Semoga pilihannya nanti tidak menjadi tamiang meulir ka bitis !
(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).
MESTINYA, BERAS ITU “MILIK” PETANI
MESTINYA, BERAS ITU “MILIK” PETANI OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA Soal beras, kini mulai menghangat dan banyak dibahas berbagai pihak.
Keindahan Ilmu dan Ahlak
WASILLAH SHUBUH Jum’at, 20 Desember 2024.. Bismillahiir Rohmaanir Rohiim Assalamu’alaikum wrm wbrkt KEINDAHAN ILMU DAN AKHLAK Saudaraku, Ilmu itu kelihatannya
Kemendikdasmen Dorong Pemerataan Kualitas Pendidikan bagi Sekolah Negeri dan Swasta
HIBAR – Dalam rangka mewujudkan visi pendidikan bermutu untuk semua, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) terus memperkuat komitmennya dalam
Musda FPP Kab. Bandung, Kang DS: Saya Jadi Bupati Ingin Bermanfaat Bagi Umat
HIBAR – Bupati Bandung Dadang Supriatna mengatakan bahwa dalam pengelolaan lembaga pendidikan pesantren ini sudah ada Perda (Peraturan Daerah) tentang
Jelang Nataru 2024/2025, Dinas Perhubungan Kabupaten Bandung Terjunkan 231 Petugas dan Siapkan 12 Posko Pengamanan
HIBAR – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung melalui Dinas Perhubungan (Dishub) melaksanakan analisis dan evaluasi (Anev) Pengamanan Natal dan Tahun Baru
Pemkab Bandung Raih Predikat “Sangat Baik” dalam Penerapan Sistem Merit Manajemen ASN
HIBAR – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung melalui Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) berhasil meraih penghargaan bergengsi dari