11 January 2025 12:56
Opini dan Kolom Menulis

KUDU NGUKUR KA KUJUR, NIMBANG KA AWAK

KUDU NGUKUR KA KUJUR, NIMBANG KA AWAK


OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Banyak sekali “pepeling” dalam peribahasa Sunda yang sangat baik untuk dijadikan kepustakaan dalam melakoni kehidupan di dunia. SUNDAPEDIA.COM merilis, pepeling artinya sama dengan pepatah atau nasihat. Pepeling jangan sombong isinya bisa berupa anjuran untuk rendah hati. Bahasa Sundanya sombong adalah adigung; agul; gedé hulu (babasan). Antonim dari gedé hulu yaitu handap asor (rendah hati).

Salah satu pepeling yang kerap dijadikan acuan adalah “kudu ngukur ka kujur, nimbang ka awak” (kudu ngarumasakeun maneh jeung kudu nyaho kana kamampuhan diri sorangan). Artinya harus tahu diri dan mengenali batas kemampuan diri sendiri. Pepeling semacam ini penting kita cermati, karena sekarang ini, yang namanya sifat sombong tampak telah diumbar oleh orang-orang tertentu, hanya untuk memberi kepuasan sesaat.

Kita ingat apa yang dilakukan oleh anak seorang pejabat di Kementerian Keuangan yang begitu bangganya mengendari motor gede sekelas Harley Davidson. Lebih jauh lagi, dirinya pun pamer di medsos mempertontonkan mobil Rubicon milik sang ayah. Dengan kesombongan seperti ini, tidak aneh jika perilakunya pun cukup mengagetkan. Secara keji dirinya menendang dan menganiaya rekan segenerasinya.

Yang menarik untuk dicermati, apa yang diperlihatkan sang anak menjadi pembuka jalan ke arah terkuaknya harta dan kekayaan dang orang tua. Media pun ramai-ramai menyorotnya. Kok hebat sekali, harta dan kekayaan pejabat di Ditjen Pajak bisa lebih tinggi dari Menteri nya sendiri. Tanda tanya ini, tentu saja mengundang pertanyaan. Komisi Pemberantasan Korupsi pun tidak tinggal diam. Bekerja-sama dengan lembaga terkait, KPK pun bergerak untuk mencari kejelasan asal usul harta dan kekayaan tersebut.

Sifat suka pamer dan gila kemewahan, rupanya telah merasuk ke dalam nurani para selebriti dan mereka yang kelebihan harta. Kita dikagetkan dengan berita seorang istri petinggi di KPK yang memperlihatkan gaya hidup mewah di media sosial. Semua mata pun tersorot kepadanya. Tega-teganya istri seorang pejabat pemberantasan korupsi, malah mempertontonkan kemewahan di tengah-tengah penderitaan sebagian besar warga bangsa.

Akibatnya wajar, jika Direktur Penyelidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jadi sorotan warganet setelah sejumlah foto istrinya pamer harta tersebar di media sosial. Beberapa foto di Twitter menunjukkan istri Direktur KPK bergaya di depan helikopter, di dalam mobil mewah, saat bermain golf, dan berpose bersama sejumlah selebriti. Sudah separah itukah gaya hidup orang-orang yang mampu hidup mewah ?

Seiring dengan itu, yang cukup membingungkan, mengapa hingga kini, penayangan Sinetron di televisi pun masih banyak yang memperlihatkan gaya hudup mewah. Para penonton banyak yang terkesima menyaksikan rumah yang begitu mewah, yang dipenuhi dengan perabotan runah tangga yang cukup mahal. Padahal, keseharian mereka, hidup di rumah sekelas Rumah Sangat Sederhana, yang hanya memiliki satu kamar tidur dan kamar mandi dan dapur yang samporet. Sebuah kontradiksi kehidupan yang terjadi di Tanah Merdeka ini.

Ironisme kehidupan, memang sering kita saksikan dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Setiap Pemerintahan yang manggung di negara ini, selalu mengungatkan tentang perlunya menerapkan pola hidup sederhana. Semua petinggi bangsa sepakat, yang namanya budaya hedonis dan gaya hidup sofistikasi harus kita tendang jauh-jauh dari kehidupan. Jangan sampai ada diantara anak bangsa, yang diperbudak oleh gaya hidup kemewah-mewahan.

Hal lain yang sering jadi cemoohan adalah adanya ketidak-sesuaian antara tutur kata dan perbuatan. Di dalam konsep tertuang kata dan kalimat yang banyak mengungkap kesahajaan, namun dalam praktek kehidupan, lebih banyak mengumbar kemewahan. Pola hidup sederhana tentu butuh contoh nyata dan keteladanan. Yang paling utamanya adalah perilaku Petinggi Negara dan Aparat Sipil Negara. Rakyat tentu akan melihat bagaimana kiprah mereka dalam melaksanakan pola hidup sederhana dan bersahaja.

Rakyat tentu akan tersenyum simpul menyaksikan para Pejabat Tinggi Pratama di sebuah Provinsi yang menggynakan mobil dinasnya adalah kendaraan roda 4 yang kekuatan nya diatas 2500 CC. Mereka pun beramai-ramai menggunakan APBD untuk membeli mobil sekelas Toyota Fortuner, Mitsubisi Pajero, Honda CRV, Ford Everest, dan lain sejenisnya. Kerennya lagi, jika mereka diundang rapat oleh Gubernur, yang tampak di halaman parkir adalah mobil-mobil mewah berbagai merk. Ibarat showroom mobil saja.

Persoalannya adalah apakah tidak ada lagi jenis kendaraan roda 4 yang lebih relevan dengan pola hidup sederhana dan penuh dengan kesahajaan ? Mestinya ada. Pertanyaan lanjutannya adalah apakah ada niat dari Pemerintah untuk melaksanakan nya ? Sebagai ASN akan lebih baik, jika mereka dapat memberi contoh kehidupan yang jauh dari kemewahan. Rakyat pasti akan memberi acungan jempol jika APBN dan APBD digunakam untuk kepentingan rakyat banyak ketimbang dipakai hanya untuk memuaskan kepentingan pribadi atau kelompoknya.

Pepelung kudu ngukur ka kujur, nimbang ka awak, memang memerlukan perjuangan yang tidak mudah bagi mereka yang akan menerapkannya. Dirinya, pasti harus mampu melawan gaya hidup mewah atau pola kehidupan yang tidak pernah merasa puas atas apa-apa yang telah dicapainya. Padahal, dalam kondisi kekinian, ukuran hidup sukses diukur oleh memiliki rumah yang mentereng. Kalau perlu ada kolam renang di halaman rumahnya. Mempunyai villa yang siap digunakan untuk berlibur. Memiliki mobil yang keren dan harus lebih dari satu. Dan lain sebagainya.

Berita terkini yang sekarang banyak sorotan adalah gaya emak-emak yang sedang menghadiri acara pernikahan alias sedang kondangan di Madura. Gayanya memakai gelang dan kalung emas super besar bak ‘toko emas berjalan’ viral di media sosial. Menurut rilis detik.jatim,
video viral ini awalnya diunggah akun TikTok @fuad_fahrozi. Dalam video itu terlihat ibu-ibu yang menjadi bridesmaids kompak memakai baju warna cokelat memakai perhiasan emas berukuran besar.

Mereka tampak sedang berfoto di atas pelaminan bersama kedua pengantin. Ada yang berpose memperlihatkan cincin emas ukuran besar. Ada juga yang mengenakan perhiasan bak toko emas berjalan. Catatan kritisnya adalah ada apa sebetulnya dengan gaya hidup masyarakat yang tengah terjadi ? Mengapa emak-emak di daerah sampai berani memperlihatkan gaya hidup yang jauh dari kesederhanaan dan kesahajaan ? Tak terbayang, jika emak-emaknya berperilaku seperti itu, lalu bagaimana pula dengan kelakuan anak-anak mereka ?

Dihadapkan pada kondisi yang demikian, kita berharap agar Pemerintah betul-betul menerapkan komitmen untuk hidup sederhana secara konsekwen. Memang di negeri ini tidak ada aturan yang melarang untuk hidup bermewah-mewahan. Orang berduit sah-sah saja jika ingin membangun runah oribadi 5 tingkat lengkap dengan askalator atau lift untuk naik dan turunnya. Orang kaya tidak diharamkan untuk memperlihatkan harta kekayaannya kepada publik. Semua itu, mangga-mangga saja ditempuh. Justru yang jadi soal adalah kepatutan untuk melakukan semuanta itu.

Harta dan kekayaan yang berlimpah adalah berkah yang patut untuk disyukuri bagi mereka yang mendapatkannya. Apalagi jika hal itu diperoleh dengan cara yang halal. Namun begitu, kita pun perlu melihat ke sekeliling. Apakah mereka yang penghasilan per harinya hanya Rp. 14.527,- tidak akan cemburu melihat gaya hidup yang sangat mewah tersebut ? Disinilah perlunya kudu ngukur ka kujur, nimbang ka awak, jika kita hidup bermasyarakat. Tenggang rasa menjadi penting. Mari kita menyelami kehidupan sebagian besar warga bangsa, yang hingga sekarang belum mampu menjadi “penikmat pembangunan”.

(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *