7 October 2024 09:25
Opini dan Kolom Menulis

MEMBIASAKAN DIRI IMPOR BERAS

MEMBIASAKAN DIRI IMPOR BERAS

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA 

Lagi-lagi bangsa ini akan mengimpor beras. Hasil Rapat Presiden dengan Badan Pangan Nasional, Pemerintah menugaskan Perum BULOG segera melakukan impor beras kembali sebesar 500.000 ton. Penugasan tertuang dalam surat Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adhi kepada Direktur Utama Perum Bulog. Dalam suratnya itu Bapanas menyatakan, penugasan impor beras kepada Bulog merupakan hasil rapat Bapanas dengan Presiden Joko Widodo pada 24 Maret 2023 dengan topik Ketersediaan Bahan Pokok dan Persiapan Arus Mudik Idulfitri 1444 H.

Sebagai catatan, menurut Fitra Iskandar (2023) pemerintah akan memberikan bantuan sosial (bansos) pangan untuk 21,35 juta masyarakat kurang mampu mulai Maret hingga Mei nanti. Bansos tersebut berupa beras 10 kg, telur ayam, dan daging ayam. Pemerintah telah menyiapkan anggaran Rp7,8 triliun untuk beras, termasuk biaya pembagian. Sementara anggaran untuk pengadaan telur dan ayam sekitar Rp450 miliar. Alhasil total bansos Lebaran tahun ini sekitar Rp8,25 triliun. Adapun beras yang digunakan untuk bansos ini adalah beras stok Bulog.

Memperhatikan kebutuhan pangan, khususnya beras yang cukup mendesak tersebut ditengarai produksi petani di dalam negeri tidak akan mampu memenuhi kebutuhan diatas. Produksi petani boleh jadi cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat, namun belum tentu bakal memenuhi kebutuhan cadangan beras Pemerintah. Sikap Pemerintah melakukan impor beras sebesar 500.000 ton dalam kurun waktu secepat mungkin, jelas hal ini merupakan solusi yang penting untuk ditempuh. Betul, kita jangan pernah main-main dengan yang namanya beras.

Kisruhnya data pangan, termasuk beras, sudah sejak lama menjadi perhatian semua kalangan. Para petinggi negeri ini, tampak ingin membenahinya. Semua sepakat, amburadulnya data pangan bakal menyulitkan Pemerintah untuk merumuskan perencanaan pangan yang berkualitas. Itu sebabnya, beberapa tahun lalu, Presiden telah menegaskan tentang pentingnya Satu Data Indonesia. Salah satunya data pangan. Akibatnya wajar, jika di dalam kebijakan 100 hari pertama kerja, Menteri Pertanian Sjahrul Yasin Limpo berjanji akan membenahi data pertanian.

Lalu, bagaimana kondisinya sekarang ? Apakah bangsa kita telah memiliki data pangan, termasuk beras yang berkualitas ? Ah, rasa nya belum. Beberapa minggu lalu, Komisi 4 DPR merasa kecewa atas ketidak-hadiran pejabat eselon 1 di Kementerian Pertanian yang dianggap tahu persis terkait data produksi beras. Kontan saja Ketua Komisi 4 berang dan menunda Rapat Dengan Pendapat tersebut. Ini menandakan soal data beras saja kita masih tercerai besar penafsirannya. Sumber datanya sama yaitu berbasis Badan Pusat Statistik, namun tafsirnya yang masih beragam.

Data produksi beras, hingga kini terekam masih belum ada yang akurat. Keterangan Kementerian Pertanian, selalu memperlihatkan data yang optimis. Hampir dalam setiap rilis, Menteri Pertanian selalu berpidato tentang berlimpahnya produksi padi dalam setiap panen. Bahkan adakalanya membuat pernyataan, kita tidak perlu lagi impor beras, karena produksi petani dalam negeri mampu mencukupi kebutuhan masyarakat. Hebatnya lagi, kita mampu meminta IRRI dengan restu FAO untuk memberi Piagam Penghargaan atas kisah sukses Swasembada Beras 2022. Salah satu ukurannya, karena selama 3 tahun berturut-turut, Indonesia tidak impor beras komersil.

Lucunya, baru beberapa bulan kita boleh berbangga diri karena diberi Piagam Penghargaan dari lembaga riset dunia sekelas IRRI, ternyata lagi-lagi kita harus membuka lagi kran impor beras, yang selana ini kuta tutup rapat. Impor tidak bisa dicegah, karena beras di dalam negeri memang tidak ada. Untuk mencari 600 ribu ton beras saja, Perum BULOG kewalahan. Ini menunjukan beras memang susah didapat. Padahal, cadangan beras Pemerintah harus terjaga. Jurus pamungkas yang dapat ditempuh adalah melakukan impor. Itu pun kalau negara-negara produsen beras di dunia masih berkenan untuk mengekspor hasil produksi para petaninya.

Menghadapi situasi yang demikian, Pemerintah tentu tidak ingin kecolongan. Kehati-hatian lebih diutamakan ketimbang berspekulasi. Belajar dari pengalaman tahun lalu, terlebih dengan semakin menipisnya cadangan beras Pemerintah yang diinfokan tinggal 280.000 ton, tindakan melakukan impor merupakan kebijakan yang tepat dan bertanggungjawab. Bayangkan, jika tiba-tiba terjadi bencana kemanusiaan atau bencaba alam, ternyata kita tidak memiliki cadangan beras yang cukup, pertanyaannya adalah dari mana kita akan mendapatkan beras untuk menyambung nyawa kehidupan ?

Problematika kita selanjutnya adalah haruskah bangsa ini menjadi anti impor beras ? Mestinya tidak. Kita harus terbiasa yang namanya impor atau ekspor dalam perdagangan dunia adalah hal biasa dilakukan banyak negara dan bangsa. Jadi, kita tidak boleh alergi melakukannya. Pemerintah harus mampu membuka kesadaran masyarakat terkait dengan pentingnya ekspor dan impor dalam perdagangan internasional. Justru yang jadi persoalan, haruskah bangsa ini terbiasa dengan impor beras, padahal kita memiliki kemampuan nyata mewujudkan swasembada beras ?

Kebijakan menempuh impor beras, jangan sampai menjadi kebutuhan. Impor beras dapat dilakukan jika memang situasinya sangat mendesak, karena produksi padi di dalam negeri, memang tidak manpu memenuhi kebutuhan. Dengan menata ulang Tata Kelola Sistem Perberasan, mulai dari hulu sampai hilir mau pun merevitalisasi aspek produksi, distribusi dan konsumsi, mestinya kita menjadi negara terunggul dalam memproduksi beras. Pengalaman Swasembada Beras 1984 dan 2022 sudah memberi bukti atas kemampuan bangsa ini. Pertanyaannya adalah mampukah kita mewujudkan Tata Kelola yang diimpikan bersama ?

Tata Kelola Sistem Perberasan, tentu perlu dikemas secara utuh, holistik dan komprehensif. Dengan potensi sumberdaya pertanian yang dimiliki, harusnya kita jangan sampai keteteran dalam mewujudkan ketersediaan pangan yang kuat. Produksi yang meningkat ditopang oleh produktivitas hasil pertanian yang membanggakan, mestinya kita tidak perlu melakukan impor beras. Masalahnya, mengapa di saat panen raya padi berlangsung, kita tidak serius dalam menyerap setinggi-tingginya hasil panen petani. Mengapa Perum BULOG tidak diberi kekuatan ekstra ubtuk membeli gabah dan beras para petani ?

Di saat panen raya terjadi, yang namanya gabah dan beras tampak cukup berlimpah di petani. Dari berbagai pengalaman, Perum BULOG yang diperankan Pemerintah sebagai operator pangan, terekam belum mampu berkiprah secara maksimal dan selalu kalah bersaing dalam membeli gabah dan beras petani dibandingkan dengan para pedagang, pengusaha penggilingan padi, bandar maupun tengkulak. Mereka cenderung lebih lihai dalam menjalin komunikasi dengan para petani, selain juga memiliki hubungan budaya yang sudah tertanam lama dengan kehidupan para petani itu sendiri.

Panen Raya bagi petani, bukan hanya sekedar menjual hasil panen, namun didalamnya ada juga proses balas budi dari petani kepada para pedagang yang selama ini telah banyak membantu disaat petani kesusahan. Petani lebih memilih meminta tolong kepada tengkulak kalau mereka butuh dana untuk menyekolahkan anak-anaknya. Prosedurnya gampang dan mekanismenya pun tidak berbelit-belit. Cukup dengan bincang-bincang, kebutuhan petani pun langsung terselesaikan. Hal ini sangat berbeda jika petani harus berhubungan dengan lembaga Pemerintah. Disamping persyaratan yang ketat, mereka pun dibatasi oleh jam kerja yang terbatas.

Kembali ke impor beras. Untuk mengantisipasi ketersedian beras, Pemerintah berencana akan mengimpir beras lagi sebesar 2 juta ton untuk memenuhi kebutuhan tahun 2023. Langkah ini pantas ditempuh, karena Pemerintah perlu meningkatkan kewaspadaan dalam mencukupi kebutuhan beras untuk berbagai kepentingan. Apalagi saat ini, Pemerintah berkomitmen untuk memberi Bansos Beras Lebaran yang diberikan kepada 21,3 juta penerima manfaat di seluruh Indonesia. Kalau produksi dalam negeri, tidak mencukupi, solusi yang paling memungkinkan adalah impor beras.

Tugas Pemerintah yang sesegera mungkin harus dilakukan adalah memberi pencerahan kepada segenap komponen bangsa, impor beras jangan lagi dianggap sebagai sesuatu yang diharamkan. Impor dan ekspor bahan pangan merupakan suatu hal yang biasa dilakukan oleh sebuah negara yang melakukan perdagangan internasional. Tinggal sekarang, bagaimana kita mengambil hikmah dari adanya impor beras ini. Hikmah yang utama, suatu waktu kita akan mampu berpidato dengan judul “selamat tinggal empir beras”.

(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

Untuk Anak-anakku

BERBAGI NASIHAT SHUBUHSenin, 7 Oktober 2024 BismillahirahmanirahimAssallamu’alaikum wrm wbrkt Saudaraku…Ada baiknya tulisan ini dikirim kepada anak2 kita (In-syaa-ALLAH baik untuk

Read More »

“LIANG COCOPET”

“LIANG COCOPET” OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA “Liang Cocopet” adalah ungkapan umum dalam kehidupan masyarakat. Tatar Sunda, yang intinya menggambarkan tempat

Read More »

Tanda Terimanya Sebuah Amal

MUHASABAH AKHIR PEKANMinggu, 6 Oktober 2024 TANDA DITERIMANYA SUATU AMAL BismillahirrahmanirrahiimAssalamu’alaikum wr wbrkt… Saudaraku,Perlulah kita ketahui bahwa tanda diterimanya suatu amalan adalah apabila

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *