TIADA HARI TANPA MENYERAP GABAH
TIADA HARI TANPA MENYERAP GABAH
OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA
Tak lama lagi panen raya padi akan berlangsung di Tanah Merdeka. Untuk musim panen kali ini, Pemerintah sangat optimis, produksi beras secara nasional akan meningkat. Badan Pusat Statistik (BPS) memproyeksikan produksi beras di awal tahun 2025 bakal meningkat dengan angka cukup signifikan. Proyeksi ini sangat berbeda dengan fakta yang terjadi pada tahun lalu.
Produksi beras tahun 2024, secara nasional dapat dikatakan anjlok dan jauh lebih rendah dari produksi beras yang dihasilkan tahun 2023. Catatan BPS menyebut produksi beras tahun 2024 hanya mencapai 30,41 juta ton. Sedangkan produksi beras tahun 2023 mencapai 31,10 juta ton. Hal ini menunjukkan terjadinya penurunan produksi beras sekirar 700 ribu ton.
Akan tetapi jika kita cermati data BPS untuk tahun 2025, ternyata di awal tahun proyeksinya cukup menggembirakan. Produksi beras menunjukkan peningkatan dan cadangan beras Prmerintah dilaporkan hampir mendekati angka 2 juta ton. Itu sebabnya, Pemerintah berani mengumumkan tahun ini, kita akan menyetop impor beras dan untuk mencukupi kebutuhan beras akan mengandalkan pada hasil produksi petani di dalam negeri.
Seiring dengan semangat diatas, Menteri Pertanian Amran Sulaiman menegaskan produksi beras nasional bulan Januari – Maret 2025 diproyeksikan meningkat 52,32 % dibandingkan waktu yang sama tahun lalu. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi beras periode ini mencapai 8,67 juta ton, sedangkan tahun.lalu dalam periode yang sama hanya 5,69 juta ton.

Langkah Pemerintah menggenjot produksi beras saat ini, bukanlah tanpa alasan. Semua ini dilakukan, karena Presiden Prabowo telah bertekad agar dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, bangsa ini harus msmpu mewujudkan swasembada pangan. Upaya meraih swasembada beras merupakan pintu masuk menuju swasembada pangsn.
Kata kunci swasembada beras sendiri, sangat ditentukan oleh produksi yang berlimpah. Itu alasannya, mengapa Pemerintah berupaya keras untuk meningkatkan produksi dan produktivitas hasil pertanian setinggi-tingginya menuju swasembada. Kita pahan betul, tanpa terjadinya peningkatan produksi, maka tidak akan pernah ada yang namanya swasembada psngan.
Akibatnya menjadi sabgat masuk akal, jika menjelang panen raya padi saat ini, Pemerintah telah menugasksn Perum Bulog untuk menyerap gabah sebanyak-banyaknya. Lebih terukur lagi Perum Bulog diminta menyerap gabah petani setara 3 juta ton beras. Hanya penting dicatat, dalam suasana iklim ekstrim sekarang, menyerap gabah setara 3 juta ton, pasti akan dihadapkan pada berbagai rintangan dan tantangan.
Untuk itu, agar semangat ini tidak sekedar omon-omon, Pemerintah telah melakukan berbagai langkah nyata ke arah pencapaian maksud diatas. Pertama, Pemerintah telah menetapkan “satu harga” gabah dalam proses penyerapan oleh Perum Bulog. Artinya, Pemerintah telah mencabut persyaratan HPP Gabah yang semula mesti memenuhi kadar air dan kadar hsmpa tertentu, kini petani dapat menjual gabahnya tsnpa syarat untuk mendapatkan harga Rl. 6500,-
Kedua, Pemerintah telah melakukan penyegaran terhadap para petinggi Perum Bulog yang selama ini memegang posisi kunci. Diawali dengan pergantian Kepala Dewan Pengawas dan anggota, kemudian dilanjutkan dengan pergantian Direktur Utama dan beberspa Direktur Perum Bulog. Lebih menarik lagi, karena ysng diangkat selaku Dirut Perum Bulog adalah seorang Mayor Jendral TNI AD yang statusnya masih aktif.
Banyak sahabat mempertanyakan mengapa Dirut Perum Bulog yang baru menjabat 5 bulan harus diganti ? Padahal, semua orang tahu, sekarang ini Perum Bulog sedang menggarap tugas Pemerintah yang cukup berat ? Apakah pergantian ini lebih disebabkan oleh lambatnya penyerapan gabah yang hingga kini baru mencapai 45 ribo ton dari target setara 3 juta ton beras ? Atau ada hal lain yang belum terekam secara terang benderang ?
Terlepas dari apa pun yang mendasari pergantian para petinggi Perum Bulog diatas, tentu Pemerintah memiliki alasan kuat, mengapa penyegaran itu harus ditempuh. Kalau yang dijadikan pertimbangan adalah lambatnya penyerapan gabah, maka tugas mendesak yang kini harus digarap adalah bagaimana Keluarga Besar Perum Bulog bersama segenap komponen bangsa, mampu menggenjot penyerapan sebanyak-banyaknya ?
Persoalan kritisnya adalah apa yang harus diserap oleh Perum Bulog, jika berasnya nemang tidak ada, mengingat panen belum berlangsung ? Pengalaman di Jawa Barat misalnya, selama bulan Januari 2025, Perum Bulog cukup kesulitan memperoleh gabah, sekalipun anggaran telah tersedia, mengingat mundurnya musim tanam beberapa bulan.
Selidik punya selidik, ternyata sebagian besar panennya, baru terjadi di akhir Pebruari 2025. Jadi, pantas saja serapan gabah bulan Januari di Jawa Barat baru 20 ribu ton dari target sekitar 562 ribu ton. Hal yang tidak jauh beda, terjadi pula di daerah-daerah sentra produksi padi lainnya. Mengacu pada gambaran seperti ini, dapat dipastikan Perum Bulog akan menghadapi pekerjaan yang lebih berat, karena panen raya sudah akan berlangsung.
Untuk mendukung pencapaian target menyerap gabah petani setara 3 juta ton beras, ada baiknya, mulai hari ini dikalangan Keluarga Besar Perum Bulog seluruh Indonesia, ditanamkan semangat “tiada hari tanpa penyerapan gabah”. Optimisnya Dirut Perum Bulog Bung Novi, setidaknya bakal terbukti seandainya sejak sekarang kita menerapkan jargon diatas.
Ayo kita rame-rame serap gabah petani !
(PENULIS, KETUA DEWAN PAKAR DPD HKTI JAWA BARAT).