Suara Lantang
(Tatang)
Negeriku dibanjiri informasi tiada henti
Tsunami inspirasi berkreasi
Basa basi bagaikan pelangi
Hilir mudik mengusik hati
Nurani hanyalah sepercik api tanpa pemantik
Berjalan perlahan seirama sang Surya
seperti matahari, kota ini lambat merayap
tetapi gerah tetap memanjat
bertingkah dari atap ke atap
menyentuh segala, hingga angin
hingga nafas, hingga sampah
membusuk sepanjang siang
lenguh-lenguh pemacu beca
berpadu nada dengan sengal sengau pedagang ampas
nan ketakutan diterjang kering
ini hari panas bak diremas jemari api
menyengat meluas
kota kecil tak lagi berkeringat
basahnya habis sudah
dilalap kejayaan masa silam
ketika orang-orang masih setia
menata waktu dan penantian
pergi pagi pulang petang
ditatah kelabu asap cerobong pabrik
sesekali dering sirine memecah
jeritannya berpapasan dengan seorang penyair tua
yang terengah ditekan harapan
hampir tak sebait pun ditulisnya
tidak pula ode atau pujian
kecuali sekalimat saja:
“Aku bersamamu, Kadipaten,
hingga tak kutemukan lagi luka
saat Tuhan memanggilku pulang …!”
‘250922