2 July 2024 09:55
Opini dan Kolom Menulis

PERCEPATAN TANAM PADI


PERCEPATAN TANAM PADI

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

DETIKFINANCE merilis Kementerian Pertanian (Kementan) fokus meningkatkan produksi berbagai komoditas strategis nasional dalam satu tahun ke depan. Salah satunya dengan melakukan akselerasi percepatan tanam dengan dukungan Penyuluhan Pertanian yang berkualitas, terutama pada lahan rawa yang ada di seluruh Indonesia.

Sebagai informasi, komoditas yang masuk dalam program percepatan tanam pada lahan rawa ini salah satunya padi. Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengatakan program akselerasi adalah solusi pasti dan cukup realistik dalam menekan kebijakan impor yang dilakukan akibat dampak El Nino beberapa bulan lalu.

Percepatan waktu tanam dan penambahan luas tanam merupakan solusi yang dipilih Pemerintah dalam upaya menggenjot produksi setinggi-tingginya menuju swasembada. Jalan keluar semacam ini, juga diharapkan dapat memupus impor yang selama ini terkesan sebagai kebutuhan. Kita ingin, impor beras dilakukan dalam keadaan yang sangat terpaksa.

Jujur harus diakui, suasana dunia perberasan sekarang, terekam berada dalam kondisi yang sedang tidak baik-baik saja. Kondisi produksi beras secara nasional menggambarkan penurunan hasil yang cukup signifiksn. Beberapa sentra produksi, menurut data Kerangka Sampel Area (KSA) terlihat mengalami penurunan produksi beras yang cukup terukur.

Banyak hal yang menyebabkan situasi ini terjadi. Salah satunya, karena adanya sergapan El Nino yang mulai menyerang beberapa bulan lalu. El Nino atau musim kering yang panjang, betul-betul melahirkan beragam masalah perberasan yang harus dihadapi oleh bangsa-bangsa di dunia. Pemerintah meramalkan El Nino akan menciptakan gagal panen 380 ribu – 1,2 juta ton padi.

Turunnya produksi di satu sisi dan meningkatnya kebutuhan, tentu saja, soal beras menjadi masalah yang butuh penanganan dan pengelolaan yang lebih serius. Jangan lagi soal beras kalah pamor oleh Pesta Demokrasi 2024. Ingat aoa yang pernah disampaikan Proklamator Bangsa Bung Karno 71 tahun lalu, urusan beras adalah mati hidupnya suatu bangsa.

Tak kalah pentingnya untuk disampaikan, tentu saja terkait dengan dugaan korupsi yang dilakukan oleh orang nomor 1 dan orang nomor 2 di Kementerian Pertanian. Keduanya, kini telah ditetapkan selaku tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kejadian ini, pasti akan menjatuhkan mental dan moral para Aparat Sipil Negara di Kementerian Pertanian.
Walau Plt. Menteri Pertanian Arief Prasetyo Adi telah mengembalikan semangat kerja pejabat eselon 1 dan 2 di Kementerian Pertanian lewat pengucapan Pakta Integritas baru dan Menteri Pertanian Amran Sulaiman meminta untuk melupakan peristiwa yang nemalukan itu, namun “recovery” mental dan moral pejabat di Kementerian Pertanian, tidaklah semudah kita membolak-balik tekapak tangan.

Dampak menurunnya produksi beras, secara nyata terasakan dengan melejitnya harga beras di pasar. Kenaikan harga beras yang ugal-ugalan ini, membuat Pemerintan cukup kerepotan mencari jalan keluarnya. Pemerinah sendiri tampak seperti yang tak berdaya menghadapinya. Berbagai langkah yang ditempuh, belum mampu mengendalikan harga beras di pasar.

Kondisi ini, jelas harus segera dicari jalan keluar terbaiknya. Produksi beras tidak boleh terus melorot. Jumlah surplus beras perlu ditingkatkan lagi, sehingga mampu mengisi cadangan beras Pemerintah yang selama ini, terpaksa harus kita isi melalui impor. Belum lagi untuk memenuhi kebutuhan “beras politik” yang memerlukan jumlah cukup besar.

“Beras Politik” atau dikenal dengan Bantuan Langsung Beras, jelas membutuhkan jumlah beras yang cukup besar. Untuk memberi bantuan 10 kilogram beras per bulan kepada 21,35 juta penerima manfaat, dibutuhkan beras sekitar 210 ribu ton. Bila kebijakan ini terus diperpanjang hingga 6 bulan, maka kita butuh beras sekitar 1,26 juta ton.

Di lain pihak, produksi beras yang dihasilkan para petani padi dalam negeri hanya sekitar 31,54 juta ton beras. Kebutuhan konsumsi masyarakat tercatat sekitar 30,2 juta ton beras. Namun penting dicatat, apakah hasil produksi yang 31,54 juta ton beras ini cukup untuk mengisi cadangan beras Pemerintah dan “beras politik” yang jumlahnya cukup besar ?

Ah, rasanya tidak. Itu sebabnya, cukup masuk akal jika Pemerintah masih akan mengandalkan impor sebagai jalan pemecahannya. Ini berarti, dalam jangka pendek, impor beras merupakan kebutuhan yang harus ditempuh. Namun untuk jangka panjang kita harus mampu menutup lagi kran impor. Tentu dengan langkah menggenjot produksi setinggi-tingginya.

Percepatan tanam padi dan peningkatan luas tanam sendiri akan memberi hasil yang diharapkan, kalau seabreg faktor pendukungnya dapat dipenuhi dengan baik. Selain tersedianya benih/bibit padi yang berkyalitas, pemupukan berimbang, pemberantasan hama dan penyakit tanaman yang tepat, irigasi yang baik, juga butuh Penyuluhan Pertanian berkualitas.
Jangan dilupakan, sekalipun dukungan politik anggaran telah disiapkan, tapi jika pengelolaannya tidak sesuai dengan aturan main yang ada, bisa jadi keinginan menggenjot produksi setinggi-tingginya itu, hanya akan berhasil di tataran pidato par pejabat. Dalam kenyataannya, lagi-lagi kita harus impor beras kembali.

(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

Munafik

MUHASABAH SHUBUHSelasa, 2 Juli 2024 BismillahirahmanirahimAssalamu’alaikum wrm wbrkt MUNAFIQ Saudaraku, ketahuilah bahwa sifat munafik adalah sifat yang merusak ahlak manusia,

Read More »

Berita Duka

Innalilahiwainailaihirojiun Telah Berpulang ke Rahmatullah pada 30 Juni 2024Awa Koswara, S.PdGuru SDN Cibeunying 2 Majalaya Semoga almarhum diampuni dosanya dan

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *