19 September 2024 23:45
Opini dan Kolom Menulis

Menyimak Ultimatum Presiden 2023, Soal Beras

MENYIMAK ULTIMATUM PRESIDEN 2023, SOAL BERAS

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Presiden Joko Widodo kembali memberikan ultimatum keras khususnya ketersediaan beras menjelang Ramadhan dan Idul Fitri 2023. Jokowi juga menyoroti bahan pangan lainnya seperti cabai, bawang putih, daging, dan minyak, yang perkembangan harga di padar mulai merangkak naik. Presiden ingin agar hal ini dapat ditangani dengan penuh kehormatan dan tanggungjawab.

Menurut rilis di berbagai media sosial, “warning” Presiden ini disampaikan Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi usai melakukan Rapat Koordinasi Terbatas mengenai Ketersediaan Pangan di Bulan Ramadhan, di Istana Kepresidenan belum lama berselang. Presiden meminta agar Tata Kelola Perberasan digarap lebih baik lagi.

Ultimatum Presiden seperti ini, tentu menarik untuk dicermati, karena sebagaimana yang disampaikan Proklamator Bangsa Bung Karno sekitar 70 tahun lalu, kita memang tidak boleh main-main dalam menangani urusan pangan, khususnya beras. Kita perlu menyadari penanganan soal beras, bukan hanya sekedar menjalankan gugur kewajiban. Sebab, bagi sebagian besar bangsa kita, beras menyangkut mati hidupnya suatu bangsa.

Kalau seorang Presiden sudah menebarkan ultimatum, berarti para penentu kebijakan perberasan di negeri ini, penting untuk mampu merumuskan jalan pemecahan masalahnya. Sangat tidak diharaplan mereka hanya ongkang-ongkang kaki dan subuk melaksanakan kunjungan kerja ke lapangan. Lebih lucu lagi, jika ada diantara mereka yang cuma asyik mengurusi tugas dàn fungsi lembaga yang dipimpinnya. Dirinya lupa, soal beras adalah problem multi-sektor yang perlu memperoleh penanganan bersama.

Merangkaknya harga berbagai kebutuhan pokok menjelang Hari-Hari Besar dan Keagamaan Nasional, sesungguhnya bukan hal baru dalam melakoni kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat di negeri ini. Hampir dipastikan setiap momen tersebut tiba, kita akan disibukan dengan meroketnya harga bahan panga utama rakyat. Beras, daging, bawang merah, cabe, dan yang sejenis dengan itu, selalu menunjukkan kenaikan.

Itu sebabnya, kalau kita tergolong ke dalam orang cerdas, mestinya kita tidak perlu merasa resah atas ultimatum Presiden diatas. Namun sesuai dengan bidang kerjanya masing-masing, kita akan sampaikan langsung kepada Presiden terkait langkah-langkah penanganannya. Hal ini terwujud jika bangsa ini sudah siap menerapkan pola pendekatan deteksi dini (early warning) dalam menyelesaikan masalah ysng afa, sekaligus juga menendang jauh-jauh pola pendekatan selaku “pemadam kebakaran”.

Sayang, sekalipun sudah diingatkan berulang kali, para pengambil kebijakan di negeri ini, baik Pusat atau Daerah, rupanya masih rindu akan penanganan dengan memerankan diri sebagai pemadam kebakaran. Contoh, ketika harga bahan pangan merangkak naik, mereka sibuk menggelar Operasi Pasar. Padahal, kalau kita mampu menerapkan pola pendekatan deteksi dini, mestinya peningkatan harga tidak perlu terjadi. Kita sudah siapkan instrumen kebijakan untuk mengatasinya.

Pertanyaannya mengapa kita tidak berkenan untuk melakoni nya ? Mengapa kita masih senang menerapkan langkah selaku pemadam kebakaran ? Jawaban inilah yang sangat penting kita bahas lebih dalam lagi. Dari pantauan banyak pihak, para penentu kebijakan, tampak sulit memakai pendekatan deteksi dini dalam menangani masalah-masalah tahunan, dikarenakan belum adanya kesadaran bersama untuk berpikir secara “multi-sektor”. Mereka seperti yang terjebak dalam pola ego sektor.

Akibatnya lumrah, jika solusi yang diambil tidak pernah mau melepaskan diri dari apa-apa yang telah digarap selama ini. Langkah pemecahan ditempuh secara biasa-biasa saja. Padahal, bangsa ini butuh penanganan ysng luar biasa. Bangsa ini butuh terobosan cerdas yang mampu menjawab kebuntuan dari masalah yang ada. Termasuk mengatasi merangkaknya kenaikan harga kebutuhan pokok di saat tibanya Hari-Hari Besar Nasional dan Keagamaan itu sendiri.

Dengan lahirnya Badan Pangan Nasional dua tahun lalu lewat Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2021, sebetulnya kita berharap agar lembaga pangan tingkat nasional ini mampu membawa angin segar bagi pembangunan pangan yang lebih baik dan berkualitas. Sesuai dengan fungsi yang diembannya, Badan Pangan Nasional dituntut untuk dapat melahirkan pemikiran-pemikiran baru terkait penguatan Swasembada dan Kemandirian pangan menuju Ketahanan dan Kedaulatan Pangan yang semakin berkuatitas.

Fungsi penting dibentuknya Badan Pangan Nasional adalah menyelenggarakan koordinasi, baik perencanaan atau pelaksanaan dengan seluruh stakeholders pangan. Itu sebabnya menjadi sangat relevan jika yang menjadi juru bicara seusai Rapat Kordinasi Terbatas tentang Ketersediaan Pangan jelang Romadhon dan Idul Ftri yang dipimpin Presiden adalah Kepala Badan Pangan Nasional yang sekaligus juga membewarakannya ke publik. Justru yang tak kalah penting untuk dicermati adalah sampai sejauh mana koordinasi diatas akan digarap, setelah ultimatum Presiden ini disampaikan ?

Kata koordinasi memang begitu gampang diucapkan, namun terekam susah untuk diwujudkan dalam kehidupan nyata di lapangan. Dari sisi semangat, koordinasi antar pemangku kepentingan misalnya, sudah tertata rapi dalam kalimat sebuah dokumen kebijakan, tapi tatkala diterapkan dalam kehidupan, terbukti betapa banyaknya tantangan yang harus dihadapi. Kata koordinasi pun sering diibaratkan dengan mengecat langit yang entah kapan bakal selesai.

Koordinasi pembangunan pangan yang harus digarap, tentu bukan hanya antar Kementerian/Lembaga di tataran Nasional, namun yang tidak kalah penting nya, koordinasi antara Pusat dan Daerah pun perlu ditempuh lebih baik lagi. Badan Pangan Nasional sebagai simpul koordinasi pembangunan pangan, mesti tampil sebagai “prime mover” sekaligus membawa pedang samurainya. Badan Pangan Nasional harus berada di garda terdepan dan selalu hadir di tengah kesusahan petani.

Presiden kini telah menyampaikan ultimatum. Kita tentu perlu memberikan saran dan pandangan cerdas agar ketersediaan dan harga bahan pangan dapat dikendalikan dengan baik. Ketersediaan pangan yang berkualitas, sebaiknya dicukupi dari hasil produksi petani di dalam negeri. Jangan lagi kita mengandalkan ketersediaan dari hasil petani luar negeri. Impor sebaiknya jangan dijadikan kebutuhan. Impor baru ditempuh jika produksi dalam negeri dan cadangan, benar-benar tidak mampu memenuhi kecukupan masyarakat.

Khusus untuk beras. Panen raya padi adalah momentum terbaik untuk mengokohksn ketersediaan beras Pemerintah. Hasil panen raya yang berlimpah diharapkan mampu memperkuat cadangan beras Pemerintah. Tinggal sekarang bagaimana BULOG mampu membeli gabah hasil petani. Dengan kewenangan yang dimiliki, mestinya Pemerintah dapat mengoptimalkan keberadaan BULOG selaku Operator Pangan ysng handal.

======

PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT

Istighfar Tak mampu Menghapus Dosa

MUHASABAH SHUBUHRabu, 18 September 2024 Saat Istighfar Tak Mampu Menghapus Dosa-Dosa Kita _Bismillahirahmanirahim_Assalamu’alaikum wrm wbrkt Saudaraku, Sebagian ulama mengatakan, istighfar

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *