7 July 2024 01:10
Opini dan Kolom Menulis

MEMPERSOALKAN KEPERKASAAN KP 3

MEMPERSOALKAN KEPERKASAAN KP 3

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KP3) adalah wadah organisasi instansi terkait dalam pengawasan pupuk dan pestisida yang ditingkat Pusat dibentuk oleh Kementerian Pertanian. Sedangkan Komisi Pengawas Pupuk dan Pestisida (KP3) dibentuk oleh Gubernur untuk tingkat Provinsi, dan untuk tingkat Kabupaten/Kota dibentuk oleh Bupati/Walikota.

Dalam Tata Kelola Pupuk Bersubsidi, kehadiran dan keberadaan KP3 ini benar-benar sangat dibutuhkan. KP3 yang keanggotaannya berasal dari berbagai instansi Pemerintan, Aparat Penegak Hukum dan lain sebagainya, sangat dimintakan peran nyatanya untuk melakukan pengawasan kebijakan pupuk bersubsidi, yang seringkali mengundang masalah.

Satu persoalan yang kini mengemuka menjadi masalah klasik dan selalu berulang dalam kehidupan para petani adalah problem kelangkaan pupuk bersubsudi, tatkala musim tanam tiba. Masalah ini hampir setiap musim tanam terjadi. Petani sangat sedih dan kecewa, mengapa Pemerintah seperti yang tak berdaya mencarikan jalan keluar terbaiknya.

Terjadinya kelangkaan pupuk bersubsidi di saat musim tanam, tentu bisa dimaklumi. Dari banyak informasi, jika seluruh petani ingin kebagian jatah pupuk bersubsidi, Pemerintah mesti menyiapkan pupuk bersubsidi sebesar 14 juta ton. Sedangkan kita tahu, selama ini kesiapan Pemerintah baru mampu memberi pupuk bersubsidi sebesar 4,7 juta ton.

Dengan ditambahnya jumlah alokasi pupuk bersubsidi dari semula sekitar 4,7 juta ton menjadi 9,5 juta ton, diharapkan tidak terdengar lagi keluhan petani tentang langkanya pupuk bersubsidi. Langkah ini pun belum menjamin semua petani akan mendapatkan jatah pupuk bersubsidi. Bila kita ingin semua petani kebagian jatah pupuk bersubsidi, maka kita butuh tambahan 3,5 juta ton lagi pupuk bersubsidi.

Titik lemah penggunaan pupuk untuk tanaman pertanian, khusus padi adalah terlalu banyaknya pupuk kimia yang dibenamkan ke dalam sawah. Padahal, jika sejak dulu kita menggunakan pupuk kimia dibarengi dengan pupuk organik, bolah jadi kerusakan lahan sawah tidak baka separah sekarang. Pupuk kimia yang berlebihan membuat lahan sawah menjadi sakit.

Pemakaian pupuk kimia, memang terbukti mampu meningkatkan produksi dan produktivitas hasil pertanian dengan angka yang cukup signifikan. Berbeda jika kita menggunakan pupuk organik. Pasti hasil produksinya tidak akan melejit dibandingkan dengan pupuk kimia. Cuma dilihat dari kesehatan sawah, pemakaian pupuk organik lebih aman dari pada pupuk kimia.

Nasi memang sudah jadi bubur. Tidak ada kata telat untuk melakukan perbaikan. Sekalipun kita terlambat mengoptimalkan penggunaan pupuk organik, namun tidak ada salahnya bila semangat pemupukan “go organik” tidak hanya mengemuka sebagai wacana. Tapi, dalam tempo sesingkat-singkatnya akan secepatnya diwujudkan.

Kesehatan sawah, sudah waktunya dijadikan bagian tak terpisahkan dari kebijakan perpupukan. Kesalahan membombardir lahan sawah dengan pemakaian pupuk kimia hanya untuk mengejar peningkatan produksi setinggi-tingginya, kini sudah saatnya dihentikan. Selamatkan lahan pertanisn yang tersisa. Sehatkan sawah-sawah yang terindikasikan sakit parah.

Dari tambahan jumlah alokasi pupuk bsrsubsidi yang diberikan, memang ada jatah untuk pengembangan pupuk organik. Walau nilai subsidi untuk pupuk organik terkesan ala kadarnya, tentu tidak ada salahnya, kita optimalkan pemakaiannya. Kita sembuhkan lahan sawah yang sedang sakit. Kita suburkan kembali sawah dengan penggunaan pupuk organik.

Untuk itu sangat dibutuhkan adanya perencanaan yang baik dengan dukungan data yang berkualitas. Soal data ini menjadi penting, karena kalau datanya asal-asalan maka dalam pelaksanaannya jadi kacai balau. Pengalaman sering membuktikan, karena datanya tidak akurat maka di lapangan sering ditemukan adanya “petani ghoib”.

Untuk melahirkan data yang berkualitas, sudah saatnya Badan Pusat Statistik (BPS) terlibat aktif dalam proses penyiapan data penerima kebijakan subsidi pupuk. BPS di daerah perlu tampil menjadi pendamping utama dalam rangka penyiapan data yang baik dan akurat. Dilain pihak, Penyuluh Pertanian pun perlu membuka diri untuk sama-sama menggarapnya.

Ditambahnya jumlah alokasi pupuk bersubsidi sekitar 2 kali lipat dari yang berlaku saat ini, menuntut kepada semua pihak untuk melakukan penataan ulang dalam pengelolaannya. Selain perlunya perencanaan yang semakin berkualitas, aspek pelaksanaan dan pengawasannya pun penting untuk dikelola lebih baik dan terukur.

Salah satunya, yang berkaitan dengan kehadiran dan keberadaan KP3 itu sendiri. KP3 akan mampu berkiprah secara optimal, jika mendapat dukungan optimal dari para penentu kebijakan. Apakah itu yang berhubungan dengan dukungan anggaran yang layak ataupun hal lainnya lagi. Pemerintah Daerah perlu tampil sebagai “prime mover” nya.

Akhirnya, kita berharap semoga keberadaan KP3 dalam melakukan pengawasan pupuk bersubsidi akan lebih nyata lagi. Petani sangat butuh para pengawas yang mampu menyadarkan pihak-pihak tertentu yang ingin menganbil untung dari kebijakan pupuk bersubsidi. Selamat berjuang KP3.

(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

 

Berita Duka

Innalilahiwainailaihirojiun Telah Berpulang ke Rahmatullah pada 6 Juli 2024Naning Kartini (Guru Ngaji SDN Ciawigede Majalaya) Semoga almarhum diampuni dosanya dan

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *