KEREN, NTP NOPEMBER 2024 = 121,29
OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA
Badan Pusat Statistik (BPS) merilis, Nilai Tukar Petani (NTP) nasional bulan Nopember 2024 tercatat 121,29. Indeks ini meningkat 0,49 % dibandingkan bulan sebelumnya. Kenaikan NTP ini, tentu cukup menggembirakan, karena walaupun hal ini masih debatibel, dengan naiknya NTP, bisa dikatakan tingkat kesejahteraan petani jadi semakin membaik.
Terlepas dari pro kontra, NTP dijadikan ukuran untuk menilai kesejahteraan petani, namun ukuran yang ada sampai sekarang ya NTP itu. Kita belum mamiliki ukuran lain yang lebih utuh dan komprehensif. Padahal, kalau NTP dianggap kurang pas, sudah sejak lama diusulkan agar kita memiliki ukuran yang lebih mencerminkan tingkat kesejahteraan petani.
Kita sendiri tidak tahu dengan pasti, mengapa Pemerintah dan kalangsn akademisi, tidak mendorong para pakar ekonomi pertanian untuk segera merumuskan ukuran baru soal tingkat kesejahteraan petani. Hal ini penting dilakukan, mengingat ukuran kesejahteraan petani yang tidak meragukan pihak-pihak tertentu, sangatlah dibutuhkan.
Sebetulnya, kalau Pemerintah memiliki keinginan kuat untuk memiliki ukuran keaejahteraan petani yang bisa diterima oleh semua pihak, maka dengan seabreg kekuasaan dan kewenangan yang digenggam, Pemerintah tidak terlanpau sulit untuk menggarapnya. Hanya cerita dapat menjadi lain, bila Pemerintah, tidak berkenan untuk melahirkannya.
Bagi bangsa ini, kesejahteraan petani merupakan suasana yang cukup urgen untuk diraih. Betapa tidak ! Sebab, jika kita memiliki ukuran kesejahteraan petani yang dapat diterima semua pihak, tentu kita tidak perlu lagi untuk berbeda pandangan dalam merancang strategi peningkatan kesejahteraan petani. Yang pasti, pada kondisi sejahtera itulah masalah lahir bathin telah terselesaikan dengan tuntas.
Berdasarkan gambaran demikian, dari pada kita terus berdebat memperebutkan “pepesan kosong”, tentu akan lebih baik, kita menggunakan ukuran yang ada. Menghargai atas segala kekurangan dan kelemahan, Nilai Tukar Petani, tidak ada salahnya kita jadikan salah satu ukuran untuk menilai tingkat kesejahteraan petani.
Nilai Tukar Petani (NTP) kerap kali dimaknai sebagai perbandingan antara indeks harga yang diterima petani (It) dengan indeks harga yang dibayar petani (Ib). NTP dinyatakan dalam persentase dan merupakan salah satu indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan petani. NTP sangat dinamis dan bisa berubah angkanya setiap waktu.
NTP menunjukkan daya tukar dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi. NTP juga merupakan indikator untuk melihat tingkat kemampuan/daya beli petani di perdesaan. NTP dihitung berdasarkan rumus NTP = IT/IB X 100 %. NTP > 100 berarti petani mengalami surplus, yaitu harga produksi naik lebih besar dari kenaikan harga.
Dibandingkan dengan angka NTP beberapa tahun lalu, dalam dua tahun terakhir, NTP memang mengalami perbaikan dengan angka cukup signifikan. NTP diatas angka 120, menunjukkan pendapatan yang diterima petani, 20 poin ketimbang biaya pengeluaran petani. Ini berarti pula, situasi dan kondisi kehidupan petani menjadi semakin baik.
Catatan kritisnya adalah apakah dalam kehidupan nyata di lapangan, angka NTP diatas 120 ini, benar-benar menunjukkan suasana hidup sejahtera ? Atau tidak, mengingat NTP =120 itu baru terasa indah diatas kertas ? Sedangkan dalam kenyataannya para petani padi misalnya, masih banyak yang hidupnya menderita dan penuh dengan kesengsaraan.
BPS malah menyebut penyumbang terbesar kemiskinan ekstrim berasal dari sektor pertanian. Jumlahnya pun cukup besar, yakni 47,94 %. Pertanyaannya siapa mereka itu ? Jawabannya tegas dan jelas, siapa lagi kalau bukan petani gurem dan petani buruh. Mereka ini terekam hidup hanya sekedar untuk menyambung nyawa kehidupan semata.
Mereka yang sering disebut petani berlahan sempit ini (petani gurem dan buruh tani) terlihat belum mampu membebaskan diri dari jeratan kemiskinan. Hasrat untuk berubah nasib dan kehidupan, terasa begitu berat untuk diwujudkan. Padahal, sebagai anak bangsa yang merdeka, mereka itu pun memiliki hak untuk dapat hidup sejahtera dan bahagia.
Dalam Rapat Kabinet Merah Putih awal Desember 2024, Presiden Prabowo menyatakan rasa optimisnya, tahun 2025, bangsa ini tidak perlu lagi melaksanakan impor beras, karena menurut hitung-hitungannya, produksi beras dalam negeri, akan meningkat dengan angka sangat terukur dan signifikan. Mudah-mudahan saja betul adanya.
Produksi beras yang meningkat, tidak lagi ditempuh impor beras dan kehidupan petani padinya dapat hidup layak dan sejahtera, dapat ditegaskan pembangunan pertanian telah mampu merampungkan sebagian dari tugas yang dibebankannya. Tinggal sekarang, bagaimana kita menterjemahkannya ke dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat.
(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).