JANGAN SAMPAI TERJADI SWASEMBADA PANGAN “ON TREND”
JANGAN SAMPAI TERJADI SWASEMBADA PANGAN “ON TREND”
OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA
“On trend” artinya sedang tren atau mengikuti tren. “Trend” adalah kata benda yang berarti segala sesuatu yang sedang dibicarakan, diperhatikan, dikenakan, atau dimanfaatkan oleh banyak orang pada saat tertentu. Dari pengertian ini “on trend” bisa diartikan sebagai: menyadari dan beradaptasi dengan perkembangan terbaru dalam bidang atau industri tertentu;
mengikuti perkembangan teknologi, berita, atau tren terbaru di bidang tertentu dan beradaptasi dengan perubahan kebutuhan dan preferensi pelanggan.
Istilah ‘on trwnd’ digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang sedang menjadi perhatian atau minat banyak orang, seperti gaya fashion, musik, film, atau topik pembicaraan di media sosial. Sejak beberapa bulan lalu, bangsa ini dihangatkan oleh beragam istilah pembangunan yang dijadikan prioritas untuk digarap. Salah satunya adalah swasembada pangan.
Presiden Prabowo bersama Kabinet Merah Putih, telah berkomitmen, paling lambat 4 tahun bangsa Indonesia, harus sudah mampu mencapai swasembada pangan. Bahkan info terakhir, saat Presiden Prabowo meresmikan bendungan Jati Gede di Sumedang, Jawa Barat, disampaikan berdasar masukan dari Menteri-Menteri terkait pangan, swasembada pangan dapat dicapai hanya dalam waktu dua tahun.

Kalau hal ini dapat diwujudkan, tentu kita akan sangat bahagia. Swasembada pangan, bukanlah kondisi yang dapat direkayasa pencapaiannya, namun butuh perjuangan dan kerja cerdas untuk menggapainya. Apalagi bila kita pahami, swasembada pangan itu merupakan perjumlahan dari swasembada-swasembada beragam komoditas pangan yang selama ini kita sebut sebagai komoditas strategis.
Jika harus “dijentrekeun” (dibuat jelas), SWASEMBADA PANGAN = SWASEMBADA BERAS + SWASEMBADA JAGUNG + SWASEMBADA KEDELAI + SWASEMBADA DAGING + SWASEMBADA GULA + SWASEMBADA BAWANG PUTIH + SWASEMBADA BAHAN PANGAN LAIN. Pertanyaannya, mampukah kita meraihnya hanya dalam kurun waktu dua tahun ke depan ?
Bangsa ini betul pernah berpengalaman mencapai swasembada beras. Tepatnya tahun 1984 dan 2022. Pernyataan ini, tentu saja bukan hoax. Buktinya, selain didukung oleh diterimanya Penghargaan Internasional dari Lembaga Pangan dan Lembaga Penelitian Padi berkelas dunia seperti FAO dan IRRI, ternyata warga dunia pun memang mengakuinya.
Namun begitu, penting dipahami, swasembada beras berbeda dengan swasembada pangan, baik dari sisi istilah atau pun substansinya. Bangsa ini belum pernah berpengalaman meraih swasembada pangan. Kita pun belum pernah bisa mewujudkan swasembada kedelai. Apalagi swasembada daging sapi dan swasembada bawang putih.
Jangankan dalam kurun waktu dua tahun, selama lima tahun pun Menteri Pertanian Amran Sulaiman memimpin Kementerian Pertanian di era Pemerintahan Presiden Jokowi yang pertama, dan ingin mewujudkan swasembada Pajale (padi, jagung dan kedelai), khususnya kedelai, hingga akhir masa jabatannya, terekam belum kesampaian juga.
Pertanyaan kritisnya adalah masukan seperti apa yang disampaikan para Menteri yang terkait dengan urusan pangan kepada Presiden Prabowo, sehingga mantan Ketua Umum HKTI ini berani menyampaikan informasi yang cukup mengagetkan ini. Bagaimana tidak akan kaget, hanya dua tahun bangsa kita akan mampu berswasembada pangan.
Sebagai bangsa pejuang, memang kita tidak boleh menyerah kepada keadaan. Jangan pernah pula merasa lelah dalam memperjuangkan sebuah cita-cita. Jangan pula cengeng. Kita harus terus berikhtiar mencari terobosab cerdas untuk menghalau rintangan yang menghadang. Kita harus mampu merubah yang tidak mungkin menjadi mungkin.
Tak kalah penting untuk diingatkan, pencapaian swasembada pangan nanti, jangan sampai seperti pencapaian swasembada beras. Kedua momen swasembada beras yang kita raih, ternyata sifatnya ‘on trend’, bukan swasrmbada beras permanen atau berkelanjutan. Namanya juga ‘on trend’ alias swasembada beras kadanf-kadang.
Artinya, bila iklim dan cuaca berpihak ke pertanian, maka produksi pangan akan melimpah ruah, sehingga kita mampu meraih swasembada. Tapi, sebaliknya, jika iklim dan cuaca tidak berpihak seperti adanya musim kerinf berkepanjangan disertai adanya sergapan El Nino, maka terpaksa kita harus impor beras dengan jumlah cukup fantastis.
Pengalaman swasembada beras yang kita raih, hendaknya dijadikan proses pembelajaran dalam mencapai swasembada pangan. Sedari awal sudah harus dikomitmenkan, swasembada pangan yang akan kita raih, bukanlah swasembada pangan yang sifatnya ‘on trend’, namun yang harus kita kejar adalah swasembada pangan yang berkelanjutan.
Catatan kritisnya adalah apakah Pemerintah telah memiliki desain perencanaan pencapaian swasembada pangan berkelanjutan atau belum ? Bagaimana dengan Grand Desain dan Roadmap pencapaiannya dalam dua tahun ke depan, sudah mampu kita wujudkan ? Kalau memang ada, dimana kita akan mendapatkan dan membacanya ?
Optimisme Presiden Prabowo dalam dua tahun ke depan, bangsa ini akan mencapai swasembada pangan, sangatlah perlu dicermati secara lebih seksama. Apa yang melandasi pemikiran Beliau sehinggq berani menyampaikan sebuah informasi yang cukup mengagetkan ini ? Akan lebih keren bila Beliau dapat menyampaikan masukan dari para Menterinya itu ?
(PENULIS, KETUA DEWAN PAKAR DPD HKTI JAWA BARAT).