4 July 2024 10:29
Opini dan Kolom Menulis

JANGAN SAMPAI BANGSA INI KURANG BERAS

JANGAN SAMPAI BANGSA INI KURANG BERAS

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Direncanakannya impor beras sebesar 3,6 juta ton untuk tahun ini, membuktikan para petani di dalam negeri, tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan beras di dalam negeri. Untungnya, masih ada produsen beras di dunia, seperti Thailand, India, Vietnam, Myanmar dan lain sebagainya yang masih bermurah hati untuk mengekspor berasnya ke Indonesia.

Tak terbayang, dari mana kita akan memperoleh beras, jika terjadi krisis pangan global, sebagaimana yang sering disampaikan Badan Pangan Dunia (FAO). Kemungkinan produsen beras dunia tersebut bakal menutup sementara kran ekspor mereka. Negara produsen beras dunia, pasti akan mendahulukan kepentingan masyarakatnya ketimbang mengekspor beras mereka.

Sebelum mendapat kontrak impor beras yang total nya 3,6 juta ton, sebetulnya para penentu kebijakan pangan di negeri ini, sempat kesulitan untuk memperoleh beras. Produsen beras dunia, juga khawatir bila terjadi krisis pangan. Nanun dengan lobi politik dan komitmen antar pemimpin bangsa, akhirnya kita mendapatkan beras impor, sesuai dengan yang direncanakan.

Apa yang menarik dari pengalaman semacam ini ? Jawabnya tegas, ternyara ke depan, kita jangan lagi mengandalkan impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, baik untuk konsumsi masyarakat, untuk penguatan cadangan beras Pemerintah ataupun beras untuk keperluan program khusus seperti Program Bantuan Sosial (Bansos) beras.

Yang harus kita tempuh adalah menggenjit produksi setunggi-tingginya menuju swasembada. Kebijakan Menteri Pertanian Amran Sulaiman yang ditopang oleh semangat juang tinggi guna meningkatkan produksi dan produktivitas hasil pertanian, memberi sinyal kuat untuk musim panen berikutnya produksi beras secara nasional akan meningkat dengan angka cukup signifikan.

Langkah menambah luas tanam dan percepatan masa tanam, dianggap mampu menjawab tantangan yang kita hadapi. Penambahan luas areal tanam seperti pemanfaatan lahan rawa, tidak lagi hanya bersifat kemauan politik, namun Pemerintah pun langsung menetapkan 500 ribu hektar lahan rawa untuk secepatnya dilakukan penggarapan.

Sebagai bukti atas kesungguhan Pemerintah dalam pengembangan lahan rawa dibuktikan melalui kerja sama teknologi dengan Thailand dan Vietnam. Hal ini dilskukan agar terjadi transfer teknologi diantara negara-negara tersebut. Secara nyata Mentan telah meletakan dasar kerja-sama, untuk selanjutnya ditindak-lanjuti oleh langkah nyata di lapangan.

Namun begitu, penting diingatkan agar Pemerintah tidak terjebak pada upaya menggenjot produksi semata. Tapi seiring dengan langkah meningkatkan produksi dan priduktivitas, jangan dilupakan pula yang namanya peningkatan kesejahteraan petaninya. Apalah artinya produksi ysng meningkat, jika petaninya tetap hidup sengsara dan menderita.

Profesi petani padi hari ini, betul-betul sudah sangat tidak populer di kalangan kaum muda. Di perdesaan, kaum mudanya ramai-ramai exodus meninggalkan tempat kelahiran dan kampung halamannya, untuk mengadu nasib dan kehidupan di kota besar. Kepergian mereka ke kota besar ini, sangat didukung oleh para orang tuanya. Petani padi adalah pekerjaan yang tidak menjanjikan.

Persoalan seriusnya adalah siapa yang akan melanjutkan pekerjaan para petani padi, yang kini terlihat sudah pada tua, jika kaum muda perdesaan sendiri sudah tidak tertarik untuk menggeluti profesi petani padi ? Apakah kita akan berharap kepada kaum muda perkotaan ? Rasanya cukup mustahil anak muda perkotaan yang mau “bobolokot” turun ke sawah.

Mencari jalan keluar soal regenerasi petani padi, bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Salah satu kebijakan yang dapat digarap Pemerintah adalah adanya jaminan dari Pemerintah terhadap kaum muda yang tertarik untuk menjadi petani padi. Pertanyaan nya jamunan seperti apa yang sebaiknya disiapkan ? Jaminannya : kalau ada kaum muda yang mau jadi petani padi, dijamin 100 % kehidupan nya tidak akan menderita.

Hal ini perlu diungkapkan, karena bila tanpa ada jaminan seperti itu, sangat tidak mungkin akan ada kaum muda yang mau berkiprah jadi petani padi. Seorang sahabat sempat nyeletuk : “jika ada jaminan seperti itu, apakah kaum muda akan terpanggil hatinya untuk bekerja sebagai petani padi” ? Ini jelas, masalah lain dari proses alih generasi petani padi yang butuh pencermatan lebih seksama.

Dihadapkan pada kondisi seperti ini, mestinya Pemerintah perlu berpikir keras untuk melahirkan solusi cerdas. Pemerintah perlu cepat bergerak dan tidak melulu berpikir hanya menggenjot produksi setinggi-tingginya. Harusnya, seiring dengan upaya meningkatkan produksi dan produktivitas hasil pertanian, Pemerintah pun mencari jurus ampuh untuk meningkatkan kesejahteraan petaninya.

Jangan sampai bangsa ini kekurangan beras. Kita sepakat dengan pernyataan ini. Hanya akan lebih enak di hati, kalau kita pun memahami cara pandang pengambil kebijakan dalam meningkatkan kesejahteraan petani padinya juga. Catatan kritisnya adalah apakah Pemerintah hari ini akan mampu meningkatkan kesejahteraan petani padi, mengingat banyaknya tantangan yang harus dihadapi ?

Adanya anggapan kalau produksi dapat meningkat otomatis kesejahteraan petaninya akan semakin membaik, kelihatannya sudah harus dikubur dalam-dalam. Betapa tidak ! Sebab, fakta menunjukan produksi padi meningkat, kesejahteraannya cenderung jalan ditempat. Hal ini memberi makna, banyak faktor lain yang menjadikan petani sejahtera. Salah satunya, harga jual saat panen berlangsung.

(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

 

Jangan Sembunyikan Ilmumu

WASILLAH SHUBUHKamis, 4 Juli 2024. BismillahirahmanirahimAssallamu’alsikum wr wbrkt JANGAN SEMBUNYIKAN ILMUMU. Saudaraku…Ketika saya menyampaikan postingan tentang agama, itu tidak berarti

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *