3 November 2024 17:27
Opini dan Kolom Menulis

JANGAN KECEWAKAN PETANI PADI OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

JANGAN KECEWAKAN PETANI PADI

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Sebetulnya sudah sering petani di negeri ini kecewa karena adanya kebijakan Pemerintah yang tidak berpihak kepada mereka. Mulai kebijakan pupuk bersubsidi yang petani butuhkan ketika musim tanam tiba, hingga ke masalah anjloknya harga gabah dan beras di tingkat petani, pada waktu musim panen raya. Semua ini terus berlangsung setiap tahun, seolah-olah Pemerintah tidak berdaya menghadapinya.

Begitu pula dengan yang terjadi sekarang. Menjelang panen raya 2023 ini, banyak petani yang gelisah dengan lahirnya beragam regulasi Pemerintah menjelang panen raya yang cenderung merugikan petani. Regulasi itu benar-benar semakin meminggirkan petani dari pentas pembangunan. Padahal, yang namanya panen raya adalah langkah awal menuju kehidupan yang lebih baik lagi.

Mereka kini mempertanyakan dan mempersoalkan mengapa Pemerintah meluncurkan kebijakan yang menjadi kesepakatannya dengan para Pengusaha Penggilingan Padi, hanya dengan menaikan nilai 8 atau 9 % dari Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang berbasis kepada Permendah No. 24 Tahun 2020 dalam hal batas atas harga pembelian gabah dan beras ?

Petani juga wajar bertanya, apa artinya kenaikan 8 atau 9 % dibandingkan dengan meningkatnya biaya produksi usahatani padi dalam 3 tahun terakhir ini ? Belum lagi dengan semakin meningkatnya harga obat-obatan dan pestisida ? Lalu adanya inflasi. Artinya, kesepakatan yang ditetapkan, tidak bakal mampu mendongkrak kesejahteraan petani secara signifikan.

Sampai detik ini, belum ada pengumuman Pemerintah terkait dengan kenaikan Harga Pembelian Pemerintah Gabah dan Beras sejak diberlakukannya Peraturan Menteri Perdagangan No. 24 Tahun 2020. Usulan untuk menaikkan HPP sendiri, hampir setiap tahun dikumandangkan oleh perwakilan petani yang tergabung dalam HKTI, KTNA, SPI dan lain sebagainya lagi. Sayang, usulan tinggal usulan. Yang terjadi HPP tetap tidak beranjak.

Kita sendiri tidak tahu dengan pasti, mengapa Pemerintah seperti yang enggan menaikkan HPP Gabah dan Beras. Padahal, segenap bangsa ini telah sepakat, yang namanya kesejahteraan petani mestilah dapat ditingkatkan secara signifikan. Petani jangan dibiarkan terjerembab dalam lautan kemiskinan yang menjeratnya. Petani pantas untuk tampil sebagai bangsa yang merdeka.

Catatan kritis yang dapat disampaikan terkait hubungan peningkatan produksi dengan kesejahteraan petani, ternyata korelasinya tidak positip. Data Badan Pusat Statistik menjelaskan naiknya produksi padi yang cukup signifikan setiap tahun, terbukti tidak seirama dengan kesejahteraan petani. Ini sebetulnya yang butuh perbincangan lebih lanjut.

Yang tak kalah penting untuk dibahas, apakah dengan tidak dinaikannya HPP selama 3 tahun berturut dari tahun 2020, juga menjadi penyebab kesejahteraan petani menjadi “jalan ditempat” ? Lalu, apa ada jaminan bila HPP Gabah dan Beras setiap tahun dinaikan, maka kesejahteraan petani bakal semakin meningkat ? Semua pertanyaan ini tentu butuh jawaban dan menjadi kewajiban kita untuk ikut mencarikan jalan keluar terbaiknya.

Setelah lahirnya Surat Edaran Badan Pangan Nasional tentang penetapan batas atas harga pembelian gabah dan beras menjelang puncak panen raya kali ini, muncul viral di media sosial, soal rasa kecewanya petani padi terhadap situasi perberasan yang kini terjadi di tanah air. Petani mengeluhkan mengapa Pemerintah seperti yang menutup mata atas nasib dan kehidupan petani yang sesungguhnya.

Petani sebetulnya menanti kehadiran Pemerintah di tengah-tengah kegelisahan mereka terhadap fenomena panen raya yang selama ini terjadi. Artinya, tidak bisa dipungkiri, bila dalam panen raya, yang namanya harga jual gabah dan beras di tingkat petani selalu melorot, sehingga membuat petani tidak lagi mampu merasakan kenikmatan dari adanya panen raya tersebut.

Pertanyaan mendasarnya, ada apa sebetulnya di saat panen raya, harga gabah dan beras di tingkat petani selalu anjlok ? Orang-orang bisa menjawab, karena itulah hukum ekonomi yang paling dasar. Produksi berlimpah, otomatis harga akan turun. Lantas, apakah ada argumen lain yang lebih nyata untuk diberikan ? Benarkah situasi ini berjalan secara alami atau memang ada permainan dari para bandar atau tengkulak yang doyan mempermainkan harga jual di petani, tatkala panen raya berlangsung ?

Pemerintah dilahirkan, tentu bukan untuk menyengsarakan kehidupan rakyatnya. Pemerintah sepatutnya mampu mempercepat terwujudnya kesejahteraan dan kebahagian warga masyarakatnya. Begitu pun dengan petani. Sebagai pahlawan pangan, yang memberi makan kita bersama, keberadaan petani sepatutnya kita hormati dengan sungguh-sungguh. Berkat petani inilah kita masih mampu menyambung nyawa kehidupan.

Bayangkan kalau petani mogok kerja dan tidak berkenan lagi untuk menanam padi, maka siapa yang akan memberi makan bangsa ini ? Siapa yang mau pergi ke sawah untuk menanam padi ? Atas hal yang demikian, betapa kelirunya jika kita sering mengecewakan petani. Sebab, kalau kita cermati kehidupan petani yang sebenarnya, maka mereka tetap perlu dibela dan dilindungi sebagai warga bangsa.

Kita berharap, tidak lama lagi HPP Gabah dan Beras akan disesuaikan dan tidak bertahan terus berdasar Permendag No. 24/2020. Petani memang harus hidup layak, sejahtera dan bahagia. Banyak cara dan langkah menuju ke arah itu. Hanya berdasarkan pengamatan yang menyeluruh, terciptanya harga jual gabah dan beras di tingkat petani yang wajar dan adil, menjadi faktor penentu dalan meraih suasana hidup sejahtera tersebut.

Itu sebabnya, jika selama ini terkesan ada pihak-pihak yang tidak berkenan untuk meningkatkan kesejahteraan petani, maka menjadi tugas kita untuk mengingatkannya. Kesejahteraan petani adalah tugas kita bersama untuk mewujudkan nya. Pemerintah dengan seabreg kewenangan yang dimiliki, tetap harus tampil sebagai “prime mover” dalam menggarapnya. Paling tidak dalam mengobati rasa kecewa petani itu sendiri.

========

(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

“BEAS PERELEK”

“BEAS PERELEK” OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA Perelek adalah tradisi masyarakat Sunda yang dilakukan dengan mengumpulkan beras atau uang dari warga yang

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *