BONGKAR PASANG PETINGGI BULOG
BONGKAR PASANG PETINGGI BULOG
OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA
Perum Bulog bisa dibilang sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang cukup sering melakukan pergantian Direktur Utamanya. Kita tentu masih ingat dicopotnya Prof. Bayu Khrisnamurti yang baru menjabat 9 bulan sebagai Dirut Perum Bulog. Lalu, kini kita pun menyaksikan digantinya DR. Wahyu Suparyono yang baru menjabat Dirut sekitar 5 bulan.
Bongkar pasang Dirut Perum Bulog, sepertinya sekarang menjadi trend dalam mewujudkan lembaga parastatal menuju bentuk idealnya. Kita tidak tahu dengan pasti, kapan Pemerintah akan membebaskan Perum Bulog dari statusnya sebagai BUMN. Transformasi kelembagaan Perum Bulog, sebagaimana digagas Presiden Prabowo seolah-olah jalan ditempat.
Padahal, ketika suara Presiden Prabowo yang menginginkan Bulog dikembalikan lagi menjadi Lembaga Otonom Pemerintah langsung dibawah Presiden, sempat menyibukan Menko urusan Pangan untuk mensolusikan hasrat Presiden Prabowo diatas. Sayang, perkembangan dan kelanjutan transformasi kelembagaan Bulog ini, nyaris tak terdengar lagi.
Yang muncul kemudian adalah pergantian para petingginya, mulai dari Dewan Pengawas dan Dewan Direksinya. Kementerian BUMN menganggap pergantian ini tidak ada hal yang istinewa. Dengan beralasan penyegaran dan rotasi jabatan, Kementerian BUMN menyatakan “bongkar pasang” petinggi Perum Bulog adalah hal yang biasa-biasa saja.
Saat ini, Perum Bulog sebagai operator pangan, memang tengah diberi tugas besar oleh Pemerintah selaku regulator pangan. Menghadapi panen raya kali ini, Perum Bulog ditugaskan menyerap gabah sebesar 3 juta ton setara beras. Dalam perkembangannya tugas ini digarap bersama dengan Pengusaha Penggilingan Padi yang tergabung dalam Perpadi.
Atas dasar kesepakatan bersama, dibawah kendali Kementerian Pertanian, Perpadi diminta dapat menyerap gabah petani sebesar 2,1 juta ton setara beras dan sisanya 900 ribu ton digarap oleh Perum Bulog. Harmonisasi dan kerja bareng serta tanggungjawab Perum Bulog dan Perpadi dalam menyerap gabah petani di lapangan, benar-benar sangat dimintakan.
Optimisnya Dirut Perum Bulog baru Bung Novi atas penugasan Pemerintah untuk menyerap gabah petani sebanyak-banyaknya, kemudian diukur dengan 3 juta ton setara beras, dan kini tinggal 900 ribu ton, karena 2,1 juta ton dilaksanakan oleh Perpadi, tentu bisa kita pahami. Justru yang jadi masalah berikutnya adalah bagaimana dengan proses penyimpanannya ?
Dengan berbagai keterbatasan yang dimiliki Perum Bulog sendiri, langkah menyerap langsung gabah petani sebesar 900 ribu ton setara beras, jelas lebih rasional, ketimbang harus menyerap gabah 3 juta ton setara beras. Selain itu, kita juga percaya dengan pengalamannya selama ini, para Pengusaha Penggilingan Padi di seluruh Nusantara akan mampu menjawab penugasan menyerap 2,1 juta ton setara beras.
Anehnya, yang kini jadi perbincangan publik terkait dengan penyegaran para petinggi Perum Bulog ini, bukannya mencari terobosan cerdas untuk mewujudkan penugasan penyerapan gabah di lapangan. Justru yang ramai dibahas adalah pengangkatan tentara aktif yang nenduduki jabatan sebagai Dirut Bulog. Banyak pihak yang mempersoalkan bagainana kepatutan tentara aktif yang mengisi posisi sebagai Dirut Perum Bulog.
Untuk menutup perdebatan seperti ini, kita percaya Pemerintah telah memiliki alasan, mengapa posisi Dirut Perum Bulog harus diisi oleh Perwira Tinggi TNI AD aktif dengan pangkat Mayor Jendral ? Seiring dengan penuntasan perdebatan tersebut, ada baiknya kita bincangkan langkah apa saja yang sebaiknya ditempuh agar penugasan kepada Perum Bulog dapat dicapai dengan baik.
Menurut pencermatan yang menyeluruh, setidaknya ada 10 langkah yang dapat digarap untuk menyukseskan penyerapan gabah petani oleh Perum Bulog. Kesepuluh langkah tersebut adakah :
Pertama, meningkatkan jaringan pengadaan gabah di daerah-daerah produsen untuk memudahkan petani menjual gabahnya. Kedua, mengembangkan sistem informasi yang memadai untuk memantau ketersediaan gabah, harga, dan kebutuhan Bulog. Ketiga, .eningkatkan kapasitas gudang Bulog untuk menampung gabah yang diterima dari petani.
Keempat, menggunakan teknologi, seperti sistem pengelolaan gudang dan sistem monitoring kualitas gabah, untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas penyerapan gabah. Kelima, meningkatkan kerja sama dengan petani untuk memahami kebutuhan dan harapan mereka dalam penyerapan gabah. Keenam, mengembangkan sistem pembayaran yang cepat dan efektif untuk memastikan petani menerima pembayaran yang tepat waktu.
Ketujuh, meningkatkan transparansi dalam proses penyerapan gabah, termasuk harga, kualitas, dan kuantitas gabah yang diterima. Kedelapan, mengembangkan sistem pengelolaan kualitas gabah untuk memastikan gabah yang diterima memenuhi standar kualitas yang ditetapkan. Kesembilan,
meningkatkan kapasitas sumber daya manusia (SDM) Bulog untuk memastikan penyerapan gabah berjalan efektif dan efisien. Dan kesepuluh,
mengembangkan sistem monitoring dan evaluasi untuk memantau dan mengevaluasi kinerja penyerapan gabah.
Demikian, sepuluh langkah percepatan penyerapan gajah yang bisa dogarap oleh Perum Bulog. Dengan semangat juang tinggi, kita percaya Keluarga Besar Perum Bulog seluruh Indonesia akan mampu berkiprah terbaiknya guna memberi karya terindah bagi pembangunan pangan, khususnya dunia pergabahan dan perberasan di Tanah Merdeka.
Tugas menyerap gabah setara 3 juta ton beras, betul-betul merupakan “pe-er” penting bagi Perum Bulog yang harus diwujudkan dalam kehidupan nyata di lapangan. Disini, kepiawaian dan profesionalisme Perum Bulog benar-benar sangat dimintakan. Perum Bulog memang jempol. Ayo kita dukung bersama.
(PENULIS, KETUA DEWAN PAKAR DPD HKTI JAWA BARAT).