3 December 2024 06:58
Opini dan Kolom Menulis

“BEAS PERELEK”

“BEAS PERELEK”

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Perelek adalah tradisi masyarakat Sunda yang dilakukan dengan mengumpulkan beras atau uang dari warga yang memiliki kelebihan. Selanjutnya, uang atau beras tersebut digunakan untuk kepentingan umum atau membantu masyarakat yang membutuhkan bantuan material. Tradisi ini sudah ada sejak sebelum Indonesia Merdeka. Seiring dengan perkembangan jaman, perelek, kini mulai menghilang dari kehidupan masyarakat.

Dalam kehidupan agraris masyarakat Jawa Barat, dikenal sebuah tradisi sebagai bentuk kepedulian sosial dan rasa syukur, yaitu tradisi “beas perelek”. Istilah beas perelek sendiri muncul dari ciptarasa bahasa onomatope, yaitu bunyi yang terdengar akibat dari suara segenggam butiran beras yang dimasukan ke dalam ruas bambu.

Program Beas Perelek memiliki manfaat yang sangat signifikan dalam membantu meringankan beban warga yang mengalami kekurangan pangan. Hasil dari program ini dapat berperan sebagai sumber ketersediaan pangan dalam menghadapi masa- masa paceklik atau situasi darurat lainnya.

  Perelek memiliki beberapa manfaat, di antaranya: 
– Membina kebersamaan dan partisipasi warga masyarakat,
– Membantu masyarakat yang kesusahan dan membutuhkan bantuan materil,
– Membantu warga lansia dan kurang mampu, 
– Menumbuhkan karakter peserta didik, seperti empati, kepekaan, kepedulian, dan kasih sayang.

Setelah dicermati, ternyata dalam program beas perelek memiliki nilai-nilai yang bersinergi dengan falsafah hidup manusia Sunda, yaitu silih asah, silih asah dan silih asuh. Beas perelek ini representasi dari nilai-nilai itu semua.

Menurut para ahli, perelek adalah tradisi masyarakat Sunda yang memiliki beberapa manfaat, di antaranya :
– Pemberdayaan masyarakat, karena perelek merupakan tradisi yang dapat membantu meringankan beban warga yang mengalami kekurangan pangan. 
– Nilai-nilai luhur, karena perelek memiliki nilai-nilai yang bersinergi dengan falsafah hidup manusia Sunda, yaitu silih asah, silih asuh, dan gotong royong. 

– Meningkatkan kepedulian, karena perelek dapat meningkatkan kepedulian dan rasa empati masyarakat. 
– Menajamkan sikap kebersamaan, karena perelek dapat menajamkan sikap kebersamaan dan gotong royong masyarakat. 
– Membentuk jejaring pengaman sosial, karena perelek dapat membentuk jejaring pengaman sosial di masyarakat. 

Menghilangnya budaya “beas perelek” dalam kehidupan masyarakat, tentu sangat kita sayangkan. Padahal, kalau kita telaah dari semangat yang terkandung dalam kegiatan beas perelek, maka didalamnya terdapat budaya adiluhung yang perlu kita kembangkan bersama. Sikap berbagi dan kebersamaan antar sesama anak bangsa, tercermin dalam program beas perelek ini.

Program beas perelek, sejatinya memiliki nilai-nilai kemuliaan dalam mengarungi kehidupan. Ditengah-tengah kehidupan masyarakat yang belum mampu terbebas dari kesenjangan sosial-ekonomi masyarakat, kehadiran beas perelek, bisa menjadi solusi untuk membantu golongan masyarakat berpendapatan rendah, memperoleh bahan pangan pokoknya.

Memang, sekarang ini ada Program Bantuan Langsung Beras, yang diberikan kepada 22 juta rumah tangga penerima manfaat sebesar 10 kg beras per bulan selama 12 bulan. Persoalannya, apakah program ini bakal dilanjutkan di masa depan ? Program Bantuan Langsung Beras selama 12 bulan tersebut membutuhan beras sebesar 2,64 juta ton.

Padahal, disisi lain, kita juga memahami, dunia perberasan yang kita alami sedang berada dalam kondisi yang tidak baik-baik saja. Produksi beras secara nasional menurun dengan angka cukup signifikan. Harga beras di pasar melejit tinggi dan sulit untuk dikembalikan ke harga yang wajar. Impor beras pun terekam tidak mampu dihindari. Bahkan tersiar kabar, impor beras 2024 ini bisa menembus angka 5 juta ton.

Atas suasana perberasan yang kita hadapi sekarang, wajar jika banyak pihak yang menyebut Indonesia kini sedang menghadapi “darurat beras”. Itu sebabnya, menjadi cukup masuk akal, bila Pemerintah terkesan serius untuk menggenjot produksi setinggi-tingginya menuju swasembada. Pemerintah, sudah waktunya memiliki sikap, impor beras adalah hal memalukan, bagi bangsa yang pernah tercatat sebagai bangsa yang berswasembada beras.

Namun begitu, penting diingatkan, menghadapi “darurat beras”, kita tidak mungkin akan memperoleh solusi terbaik, jika hanya mengandalkan penanganan pada sisi produksi, tanpa melakukan solusi terhadap sisi konsumsinya. Apalagi, kalau hal ini dikaitkan dengan semakin membengkaknya kebutuhan beras di dalam negeri.

Hal ini, jelas mengajak kepada segenap komponen bangsa untuk menggarap program diversifikasi pangan secara sungguh-sungguh dan berkelanjutan. Upaya meragamkan pola makan masyarakat agar tidak tergantung pada satu jenis komoditas bahan pangan, perlu digarap dalam bentuk gerakan dan tidak cocok lagi ditempuh melalui pola dan pendekatan keproyekan.

Gerakan Penganekaragaman pangan, perlu digarap sungguh-sungguh, seiring dengan upaya menggenjot produksi beras setinggi-tingginya menuju swasembada. Kebersamaan penanganan antara aspek produksi dan konsumsi, mutlak ditempuh, agar diperoleh hasil yang optimal dan tidak terkesan ada yang dianak-emaskan.

Akhirnya penting disampaikan, program beas perelek, perlu dihangatkan kembali agar sesama anak bangsa mampu menjalin dan mengokohkan rasa senasib dan sepenanggungan sebagai bangsa. Bukan saja hal ini akan membantu masyarakat yang kurang mampu merasakan nikmatnya pembangunan, namun juga menumbuhkan sikap berbagi yang lebih nyata.

(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

“JANGJAWOKAN”

“JANGJAWOKAN” OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA       Sehari setelah pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 27/11/2024, penulis memdapat WA dari Juragan

Read More »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *