17 February 2025 01:31
Opini dan Kolom Menulis

“BALUNGBANG”

“BALUNGBANG”

OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA

Arti balungbang dalam bahasa Sunda adalah saluran air yang besar serta dalam untuk menampung air genangan. Dalam pengertisn lain, balungbang sering dimaknai dengan berpikiran jernih. Balungbang tercatat sebagai salah satu dari 9 karakter orang Sunda yang sebenarnya. Selsin balungbang ada darehdeh, daria, balabah, nyecep, ngajenan, jembar manah, ngageuing dan pangirut.

Balungbang atau jernih berpikirnya merupakan karakter orang Sunda dalam membangun komunikasi dengan sesama. Balungbang menggambarkan cara pandang seseorang dalam menyikapi sesuatu masalah atau memberikan pemikiran atas sebuah persoalan. Seorang yang balungbang, tidak akan pernah mau menyalahkan pemikiran orang lain di depan publik.

Lalu, apakah cara berpikir Gus Miftah yang merendahkan martabat pedagang es teh dengan mengunbar kata-kata kasar bisa dikatakan tidak balungbang ? Walau perlakuan itu dianggap sebagai candaan, namun sebagai bangsa yang memiliki adab, rasanya gerah juga bila kita mendengar ada sesama anak bangsa yang dikata-kata goblog. Apa tidak ada kata lain yang lebih bernuansa ke-Indonesia-an ?

Bahasa “kebon binatang” sebaiknya dihindari pemakaiannya dalam melakoni kehidupzn berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Sebagai teladan, kata “anjing lu”, jangan lagi terdengar dan memasyarakat dalam keseharian, ketika ada seseorang yang marah besar. Kita ingatkan agar bahasa kebun binatang, bukanlah bahasa manusia yang menjunjung tinggi nilai etika dan keadaban sebuah bangsa.

Bangsa Indonesia, termasuk di dalamnya masyarakat Sunda, dikenali sebagai bangsa yang menjaga dan nemelihara nilai-nilai kesopanan dalam berkomunikasi dengan sesamanya. Semarah apa pun dirinya, mereka pasti tidak akan bersuara kasar kepada tamu yang berkunjung ke Jawa Barat. Dari sinilah kemudian lahir istilah “someah hade kasemah” yang bisa diartikan sopan kepada tamu.

Balungbang alias jernih pemikirannya, sebetulnya satu tarikan nafas dengan budaya adiluhung yang tumbuh dan berkembzng di Tatar Sunda. Berkiprah untuk “silih asah, silih asih, silih asuh dan silih wawangi” menunjukkan warga Jawa Barat, selalu berpikir panjang jika akan mengambil keputusan yang sangat penting dan strategis.

Putusan yang akan diambil perlu dibahas dan dimusyawatahkan bersama dengan mengundang semua pemangku kepentingan. Semua hal, dibahas secara demokrasi, tanpa dibarengi dengan sikap yang arogan. Kejernihan dalam berpikir dan ketepatan dalam menganalisa, menjadi ciri penting sebelum.sesuatu itu diputuskan.

Dalam kehidupan di masyarakat Sunda ada yang disebut dengan sauyunan. Makba sauyunan adalah kata dalam bahasa Sunda yang berarti persatuan dan gotong royong untuk mencapai harapan dan cita-cita bersama. Kata sauyunan juga merupakan salah satu kata dalam istilah “saluyu” , yang memiliki arti kompak, bergerak, dan sejahtera.

Sikap sauyunan hanya akan berjalan dengan baik, bila diawali dengan cara pandang yang jernih, tanpa ada prasangka buruk sedikit pun. Itu sebabnya, penghormatan terhadap orang tua alias panisepuh, menjadi syarat utama untuk dapat hidup rukun dan damai. Pemeliharaan terhadap budaya adiluhung merupakan prioritas dalam melestarikan kebudayaan Jawa Barat.

Sikap berpikir jernih sudah sepatutnya tumbuh subur dalam kehidupan masyarakat. Kebersamaan dan spirit persaudaraan (brotherhood spirit) perlu terus dikembangkan dari generasi ke generasi. Setiap pemimpin, baik formal atau non formal perlu bahu membahu mengajari rakyatnya untuk dapat berpikir positip dan menghindari cara pandang yang membuat kegaduhan di masyarakat.

Setelah Pilkada ini selesai, kita berharap akan terpilih para Kepala Daerah (Gubernur, Bupati dan Walikota) yang benar-benar memahami nilai dan budaya adiluhung yang tumbuh di masyarakat Jawa Barat. Kita tidak lagi akan memiliku pemimpin yang adigung, tidak someah dan anti kritik. Tapi kita ingin lahirnya pemimpin yang bersahaja dan selalu peduli atas nasib sesama.

Balungbang atau bisa juga dikatakan jernih dalam berpikir, dalam gaya hidup yang hedonis, jelas akan menghadapi tantangan cukup berat dan penuh ujian. Sikap sofistikasi dan konsumtif, pasti akan memberi aura terhadap perilaku seseorang di masyarakat, terlebih dikalangan kaum muda yang tumbuh, berkembang dan hidup bermasyarakat di era Milenial.

Jawa Barat ke depan, jelas akan menghadapi tantangan yang semakin berat, khususnya dalam upaya mengembalikan lagi Jawa Barat sebagai lumbung padi nasional. Membabi-butanya alih fungsi lahan, sungguh memprihatinkan. Menyikapi masalah ini, sangatlah dibutuhkan pemimpin yang balungbang dan selalu bercitra akan masa depan.

Kita butuh pemimpin yang berani berpikir untuk kemajuan dan kepentingan rakyat Jawa Barat. Kita tidak butuh pemimpin yang menjadikan Tatar Sunda hanya sebagai “batu loncatan” untuk meraih jabatan yang lebih tinggi. Jawa Barat tidak butuh sosok pemimpin yang merasa paling punter sendiri, sehingga enggan untuk menerima pandangan dan pemikiran orang lain.

Akhirnya, kita percaya Kang Dedi Mulyadi sebagai Gubernur Jawa Barat versi hitung cepat, bukan sosok yang merasa “pangpinterna” se Jawa Barat. Namun demi sauyunan dan kebersamaan, tenru Kang Dedi akan mau untuk ngobrol bareng dengan rakyat untuk mencari solusi cerdas menjawab pokok-pokok masalahnya. Semoga !

(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *