6 October 2024 00:40

Ibu Kita Memang Tangguh
Oleh Tan Saepudin Kertasari

Aku belajar bahwa setiap ibu menyimpan kisah perjuangan. Dera duka yang tak pernah ia sesali. Tumpukan nestapa yang takkan hendak ia bagi untuk kita , anak-anaknya! Tapi untungnya, Tuhan selalu punya banyak jalan untuk membuat kita semua tahu. Berat nian rahasia itu ia simpan. Betapa berharga makna Ibu buat seisi dunia.

Maka, inilah cerita tentang ibuku. Perempuan perkasa dengan balutan senyum dan sabar di sekujur tubuhnya. Kadang aku bertanya, bagaimana ia bisa begitu perkasa. Sampai akhirnya kusadari bahwa kami, ketiga putranya yang nakal inilah semangat yang terus memompa hidupnya. Yang selalu tersemat dalam hatinya, di sepanjang perjalanan hidupnya. Ah, tubuh kakak yang sakit-sakitan, aku yang terkenal bengal, serta adik bayi yang masih merah. Bagi Ibu, wajah-wajah itulah yang pertama kali ingin ia jumpai.


Maka, ketika esok hari panas tinggi masih membalutku. Untuk pertama kali dalam hidupnya ia tak pergi ke kebun tanpa ijin. Meski akhirnya pengorbanan itu berbuah. Kondisiku membaik hari itu. Dan saat esok hari beliau dipanggil oleh sang tuan tanah. Tentang ketiadaan ijin dengan tambahan komentar tak layak dari seorang tuan tanah. Maka masih dalam keadaan letih dan was-was tentang keadaan puteranya di rumah. Dari bibir yang biasanya lembut, ia berujar pedas :

“Saya ada di kebun rambahan mu ini cuma karena anak-anak saya. Saya tak peduli apakah Tuan mau memecat saya atau tidak. Tiga hari putera saya terserang demam tinggi, dan selama itu saya ada di antara hidup dan mati menyaksikan ia seperti itu. Tapi Tuan tak bisa mengerti. Tuan mungkin tak pernah menjadi seorang ibu. Tapi saya mohon, pahami perasaan saya. Saya mengasihi anak-anak saya! Mereka adalah segala- galanya bagi hidup saya! Maafkan, saya. Tapi bagi saya, cuma ini yang bisa saya lakukan.”

Lalu tangis Ibu meledak mengiringi puncak emosinya yang tumpah ruah. Tuan tanahpun mendadak tertegun. Dalam sedu sedan yang masih berlangsung, sang Tuan tanah termangu di depan anak buahnya yang terus terisak itu. Ia bahkan tak bisa berkata apa-apa. Peristiwa itu tidak seharusnya terjadi, tapi, kekuatan hati seorang Ibu memang bisa memporak porandakan semua kesewenang-wenangan.

Esoknya, sang ibu beranjak pergi ke kebun seperti biasa. Beliau langsung menghadap pada sang Tuan. Menyampaikan permintaan maaf serta kesediaan untuk menanggung segala akibat tindakan yang telah ia lakukan itu. Tapi sungguh, Ibu tak menyangka bahwa Tuan Tanah itu hanya tersenyum sambil bertanya lembut.

“Lupakan saja. Bagaimana kabar puteramu ?”

Begitulah! Lalu cerita-cerita tentang pengorbanan Ibuku tak berakhir di sebuah lahan kebun tempat kerjanya itu


Sepulang kerja. Ketika menjejakkan kaki letihnya di hamparan kebun kecil. Saat maghrib sudah di buritan.

Ibu selalu berangkat pagi-pagi. Jauh sebelum subuh tiba. Siapkan sarapan, baju sekolah, serta peralatan berkebunnya. Saat matahari berangkat, ia sudah di ujung bukit. Usai mencium dahi ketiga jantung hatinya, maka lambaian tangan adalah ritual yang selalu diiringi oleh tetasan air mata. Ia lalu berdiri menanti dokar kecil datang menjemput. Menyeberang jalan setapak, serta mengarung hutan rimba yang sesungguhnya ia takuti. Sebab ternyata baru kutahu, Ibu tak pernah bersahabat dengan rimba. Tapi pekerjaan menuntut tanggung jawab dan singkirkan rasa takut. Gubuk rumah kami memang di pinggir bukit. Dan ibu bekerja di sebuah kebun hutan rimba dan itu juga kebun rambahan orang.
dokar pun membawa Ibu pergi. Sampai senja tiba di tempat yang sama. Kami bertiga duduk menanti di bawah pohon besar. Mencari titik hitam di ujung cakrawala. Berharap itu dokar Ibu yang datang membawa senyuman. Bila alam sedang marah, dokar kecilnyapun dihempas beringas cuaca alam.

Dan Ibu? orang-orang bilang hanya nama kami yang ia sebut. Lalu pingsan adalah cerita penutup untuk episode itu. (Ibu,.. aku tak sanggup bayangkan itu terjadi berkali-kali dalam hidupmu).

Malam hari adalah masa-masa paling menyenangkan. Saat adik tertidur, aku dan kakak mengelilingi Ibu. Menggambar dan mencoret-coret kertas bekas yang ia belikan ketika mampir di jalan. Sembari diceritakannya kisah-kisah di sepanjang hari itu. Ibu juga menyelingi acara kami dengan beberapa alat dapur serta bahan makanan. Bersamanya, kami yang laki-laki dikenalkannya dengan suasana dapur. Seorang laki-laki harus bisa menghidupi keluarganya. Dalam arti yang sebenar-benarnya.

Ya, sarapan esok hari harus disiapkan jauh sebelum kami tidur. Dan laki-laki mesti bisa berperan di dalamnya.

Suatu saat ketika aku sakit. Itu adalah malam ketiga beliau terduduk di depan tubuhku yang sedang demam tinggi. Dua malam sudah ia terjaga. Tak tidur demi menjaga agar ‘step’ yang kuderita tak sampai ‘bablas’. Tapi besok pagi, ibu harus kembali bekerja. Ijin kuli kebun 3 hari habis tanpa sebuah perkembangan yang baik dariku.

Kado Kebanggaan ku buat ibuku dan ibu kita
Selamat Hari Ibu 22 Desember 2022

#Tanas_2222″

Muhasabah Diri

Semangat SubuhSabtu, 5 oktober 2024 BismillahirahmanirahimAssalamu’alaikum wrm wbrkt MUHASABAH DIRI Saudaraku,Kadangkala dalam seharian kehidupan kita tak sadar ada tutur kata

Read More »

SOLUSI DIVERSIFIKASI PANGAN

SOLUSI DIVERSIFIKASI PANGAN OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA Benar yang dikatakan Proklamator Bangsa Bung Karno ketika meletakan batu pertama pembangunan.Gedung Fakultas

Read More »