KETIKA PANEN RAYA JADI TRAGEDI KEHIDUPAN PETANI
KETIKA PANEN RAYA JADI TRAGEDI KEHIDUPAN PETANI
OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA
Panen Raya padi, sering diibaratkan dengan “hajatan” nya para petani. Suasana ini telah berlangsung cukup lama, bahkan menjadi bentuk penghormatan kepada Dewi Sri/Dewi Padi. Di daerah-daerah tertentu, khususnya di Pantai Utara Pulau Jawa, panen raya selalu dimeriahkan dengan keriaan dan kegembiraan. Ada kalanya para petani kaya menggelar pertunjukan wayang golek semalam suntuk.
Seiring dengan perjalanan waktu, panen raya tidak lagi dimeriahkan oleh keramaian budaya lokal. Panen raya lebih mengemuka sebagai kegiatan rutin yang harus dijalani oleh petani. Hampir tidak adanya kegiatan khusus menyambut tibanya panen raya. Hal ini wajar terjadi, karena semakin minimnya luas lahan sawah yang dimilikinya, maka boro-boro nanggap wayang, uang hasil panennya pun tidak menutupi biaya produksi yang dikeluarkan petani.
Petani padi hari ini semakin menarik untuk dicermati. Pasalnya, tentu bukan karena semakin sempitnya luas lahan yang dimiliki, namun kondisi kehidupannya pun terekam semakin menprihatinkan. Petani pemilik lahan luas semakin banyak berkurang, sebaliknya petani berlahan sempit (memiliki lahan pertanian rata-rata 0,25 hektar) semakin bertambah jumlahnya, khususnya para petani gurem.
Badan Pusat Statistik (BPS) merilis hasil Sensus Pertanian 2023, yang salah satunya menggambarkan adanya pembengkakan jumlah petani gurem. Selama periodw 10 tahun terakhir (2013-2023) Badan Pusat Statistik (BPS) menyimpulkan jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian (RTUP) Gurem tercatat sebanyak 16,89 juta. Dengan kata lain, mengalami kenaikan sebesar 18,49% dari catatan jumlah RTUP Gurem pada 2013 yang jumlahnya hanya sebanyak 14,25 juta.
Membengkaknya jumlah petani gurem mengindikasikan jumlah warga bangsa yang rentan miskin semakin bertambah. Kalau sebagian besar petani padi terkategorikan ke dalam petani gurem dan buruh tani, maka lumrah jika saat panen raya tiba, kita akan kesulitan menemukan petani yang menyambut kehadiran panen raya dengan penuh kegembiraan. Tidak ada lagi keramaian menyampaikan terima kasih kepada Dewi padi.
Dengan beragam keterbatasan yang dimilikinya, sebagian besar petani padi, pada saat memetik hasil panenannya dalam bentuk gabah kering panen. Jarang sekali yang mampu mengolahnya dulu untuk dijual dalam bentuk gabah kering giling atau beras. Itu sebabnya, mereka sangat berharap agar Pemerintah mampu mengendalikan harga pada tingkat yang menguntungkan petani.
Lantas, bagaimana kondisinya dengan panen raya yang dialami sekarang ? Apakah para petani dapat menerimanya sebagai berkah bagi kehidupan atau malah sebaliknya, panen raya kali ini benar-benar menjadi sebuah tragedi kehidupan ? Yang jelas, rekaman dari lapangan menunjukan pada saat panen raya kembali harga gabah di petani anjlok. Sebuah resiko adanya kehendak Pemerintah untuk menurunkan harga beras.
Panen raya padi saat ini, tampak banyak harapan yang dimintakannya. Salah satunya, titipan untuk dapat menurunkan harga beras di pasar, yang kenaikannya bersifat ugal-ugalan. Harga beras di pasar tidak lagi “taat asas” kepada Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Beras dan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras. Ketentuan itu dilabraknya. Harga beras tetap susah untuk diturunkan kembali.
Dampak nyata dari upaya penurunan harga beras di pasar, jelas membuat harga gabah di petani menurun cukup signifikan. Terlebih masih ada persepsi harga beras 2 kali harga gabah. Bila Pemerintah ngotot menurunkan harga beras demi menghormati aspirasi emak-emak yang protes karena harga beras tinggi, mestinya Pemerintah berikhtiar pula supaya harga gabah tidak ikut-ikutan turun.
Artinya, Pemerintah tidak hanya menjawab aspirasi emak-emak, namun juga menghormati apa yang menjadi keinginan sebagian besar petani, agar harga gabah tidak anjlok dan merugikan petani. Memang ini sebuah dilema. Presiden Jokowi sendiri pasti akan kesulitan untuk menjawab mana yang akan dipilih, menurunkan harga beras sehingga emak-emak puas, atau mempertahankan harga gabah supaya petani riang dan gembira ?
Anjloknya harga gabah di saat panen raya, jelas merupakan tragedi kehidupan bagi petani. Harapan untuk berubah nasib sirna dengan sendirinya. Perjuangan keras selama kurang lebih 100 hari, ternyata tidak terbalas dengan harga yang wajar dan membuat petani merasa senang dan gembira. Padahal, sebelum panen raya tiba, petani sempat menikmati harga gabah yang memberi keuntungan optimal. Itu sebabnya, petani minta agar saat panen raya, harga gabah tetap diatas angka Ro.7000,- per kilogramnya.
Harapan petani ini tidak disampaikan secara bisik-bisik. Aspirasi ini telah membahana ke seluruh penjuru tanah air. Ada juga pejabat Pemerintah yang merespon aspirasi ini dan beliau minta kepada para pemangku kepentingan pergabahan dan perberasan untuk sama-sama mengawal dan mengindahkan apa-apa yang disuarakan petani diatas. Sayang pengawalannya tidak optimal. Harga gabah tetap turun cukup signifikan.
Catatan kritisnya adalah mengapa setiap panen raya tiba, harga gabah selalu anjlok dan Pemerintah tampak seperti yang tak berdaya menghadapi nya ? Jika kejadian ini baru pertama kali terjadi, tentu kita bisa memahaminya. Tapi bila kejadiannya selalu berulang ketika panen raya tiba, maka perlu dipertanyakan ada apa sebetulnya dengan pengendalian harga gabah pada waktu panen raya ?
Bagi kaum tani, tentu saja hal ini merupakan masalah yang serius. Dengan kekuasaan dan kewenangan yang digenggamnya, masa sih Pemerintah seperti kehilangan daya untuk mengendalikan harga gabah agar seirama dengan yang disuarakan para petani padi diatas ? Kalau pun betul-betul tidak mampu mengendalikan pasar, tentu Pemerintah perlu introspeksi dan bertanya apakah kekuasaan masih berpihak ke petani ?
Akhirnya penting dijadikan catatan kita bersama. Tidak sepantasnya panen raya padi menjadi tragedi kehidupan bagi petani dan keluarga. Panen raya justru harus mampu memberi berkah bagi kehidupan. Itu alasannya, jika hingga saat ini, panen raya lebih sering menjadi tragedi, maka segera kita rubah menjadi berkah. Bila niat kita kuat, boleh jadi panen raya menjadi langkah utama menuju kehidupan kaum tani yang ceria !
(PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).
Berita Duka
Innalilahiwainailaihirojiun Telah Berpulang ke Rahmatullah pada 6 Juli 2024Naning Kartini (Guru Ngaji SDN Ciawigede Majalaya) Semoga almarhum diampuni dosanya dan
UPP Saber Pungli Jawa Barat, Peluncuran Film Edukasi Pencegahan Pungli “Hantu di Sekolah”
Pj. Gubernur Jawa Barat Bey Triadi Machmudin, S.E., M.T., HIBAR -Peluncuran film edukasi pencegahan pungutan liar dari tim saber pungli
Pengembangan Kompetensi ASN di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Bandung
Pengembangan Kompetensi ASN di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Bandung Oleh: Usin, S.Pd., Gr Penerapan Core Values ASN ‘BerAKHLAK’ di Lingkungan Kerja SDN Babakan Sukamulya
31 Delegasi Negara Asia Afrika Bakal Hadir di AAF 2024
HIBAR -Sebanyak 31 delegasi negara Asia Afrika dan 11 di antaranya duta besar negara dipastikan akan menghadiri kegiatan Asia Africa
Pemkab Bandung Gandeng Telkom University Atasi Persoalan Sampah
HIBAR -Pemkab Bandung melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTR) bersinergi dengan Telkom University dalam upaya mengatasi persoalan sampah
Kang DS Sebut Ada Tiga Indikator yang Berpengaruh Pada Capaian 73,74 Poin IPM Kab. Bandung
HIBAR – Bupati Bandung Dadang Supriatna beserta jajaran Organisasi Perangkat Daerah (OPD) melaksanakan Jumat Keliling (Jumling) ke-100 di Masjid Asyuja’iyah